Evan Dimas, Hansamu Yama, dan Beckham Putra, yang sebelumnya menjadi andalan Timnas Indonesia di bawah kepemimpinan Indra Sjafri, kini disebut sebagai 'ampas' di bawah kepemimpinan Shin Tae-yong.
Hal ini mengundang pertanyaan tentang perbedaan pendekatan antara dua pelatih tersebut dalam menilai potensi dan performa pemain.
Meskipun tidak diragukan lagi bahwa Shin Tae-yong telah berhasil mengembangkan bakat-bakat baru di Timnas Indonesia, keputusannya untuk tidak memanfaatkan pemain-pemain yang telah terbukti di level internasional seperti Evan Dimas dan Hansamu Yama menimbulkan kontroversi.
Pertanyaannya adalah, apa yang membuat Shin Tae-yong melihat potensi berbeda dalam pemain-pemain ini dibandingkan dengan pendahulunya? Apakah ini hanya masalah preferensi atau ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi keputusan tersebut? Diskusi ini menjadi menarik karena mencerminkan dinamika kompleks dalam pengelolaan sebuah tim nasional, di mana keputusan pelatih tidak hanya didasarkan pada bakat individu, tetapi juga pertimbangan taktis dan strategis yang lebih luas.
BACA JUGA:UU Cipta Kerja 2023 Resmi Disahkan, Berdampak pada Usia Pensiun Karyawan Swasta, Ini Selengkapnya!
Dalam konteks ini, nasib pemain-pemain seperti Evan Dimas, Hansamu Yama, dan Beckham Putra menjadi representasi dari dilema yang sering dihadapi oleh pemain dalam industri sepak bola.
Meskipun mereka telah membuktikan kemampuan mereka di tingkat tertentu, namun keputusan seorang pelatih bisa menjadi penentu utama dalam perjalanan karir mereka.
Mungkin, ini adalah pengingat bahwa dalam dunia sepak bola, tidak ada yang pasti, dan setiap pemain harus selalu siap menghadapi tantangan dan perubahan yang ada. *