Yuli menyatakan, pengadilan selalu berupaya mempersatukan kembali pasangan yang mengajukan perceraian dengan melakukan mediasi dan memberikan nasihat kepada keduanya.
Upaya ini dilakukan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung 1 Nomor 12.
"Nasihat yang kami berikan berupa dampak yang akan terjadi setelah perceraian seperti anak, harta, dan lainnya," kata Yuli.
Ia juga menambahkan bahwa banyak pasangan yang memendam perasaan yang dianggap tidak bisa menyatu selama bertahun-tahun.
BACA JUGA: Kenaikan HET Beras Medium Mulai 24 April, Bagaimana Dampaknya bagi Konsumen dan Pasar?
Namun, meskipun upaya mediasi dan nasihat telah diberikan, tidak semua perceraian bisa dihindari.
Meski perceraian terjadi, tetapi hak asuh anak dan harta masih bisa berjalan dengan baik, karena mereka mendengarkan nasehat dari Pengadilan Agama.
Apa Pemicunya?
Lalu, apa yang menjadi pemicu dari peningkatan angka perceraian di Palembang pasca Lebaran? Beberapa faktor mungkin menjadi penyebab utama, antara lain:
BACA JUGA:Dugaan Penyimpangan BLT-DD di Tebing Tinggi, Desa di Empat Lawang Dilaporkan ke Inpekstorat
KDRT: Kekerasan dalam rumah tangga menjadi salah satu penyebab utama perceraian di Palembang.
Kondisi ini menciptakan lingkungan rumah tangga yang tidak sehat dan berdampak negatif pada hubungan antara suami dan istri.
Penelantaran oleh Suami: Banyak istri yang mengalami penelantaran oleh suami mereka, seperti dalam kasus yang diungkap oleh Yuli.
Suami yang tidak menafkahi istri dan anaknya tentu menjadi beban berat bagi keluarga.
BACA JUGA:6 Destinasi Wisata di Trenggalek dengan Keindahan dan Spot Foto yang Instagenic
Konflik Rumah Tangga: Konflik dan pertengkaran yang tidak kunjung selesai menjadi salah satu faktor pemicu perceraian.