PAGARALAMPOS.COM - Alam Kerinci, yang dikenal dengan julukan "sekepal tanah dari surga," adalah kawasan yang kaya dengan sejarah dan budaya. Wilayah ini terletak di puncak Andalas, Pulau Sumatera, dan dikenal dengan tanahnya yang subur, udara sejuk, serta pemandangan alam yang menawan, termasuk bukit hijau dan Danau Kerinci yang indah.
Suku Kerinci, juga dikenal sebagai Uhang Kinci atau Uhang Kincai dalam bahasa lokal, merupakan kelompok etnik pribumi Sumatera yang mendiami Dataran Tinggi Kerinci dan sekitarnya. Secara administratif, wilayah mereka kini meliputi kota Sungai Penuh, serta kabupaten Kerinci, Merangin, dan Bungo.
Para ahli memperkirakan bahwa suku Kerinci berasal dari zaman Neolithikum, dengan bukti adanya kesamaan fisik antara mereka dan Melayu tua. Mereka menunjukkan ciri-ciri Mongoloid, dengan mata yang mirip orang Cina, tubuh pendek tegap, dan kulit yang mendekati putih. Temuan arkeologis, seperti alat obsidian dari pinggiran Danau Kerinci yang mirip dengan temuan di Bandung, Jawa Barat, mendukung teori ini.
Bahasa Kerinci termasuk dalam golongan bahasa Austronesia barat, yang merupakan varian dari bahasa Melayu tua. Masyarakat suku Kerinci memiliki bahasa dan aksara khas, yaitu aksara Incao, serta undang-undang adat yang mengatur kehidupan mereka. Berbagai logat atau dialek juga digunakan di berbagai kampung.
Kawasan Kerinci dipenuhi dengan berbagai peninggalan budaya, termasuk batu megalitikum, selindrik, punden berundak, menhir, serta artefak seperti naskah kuno yang ditulis di atas daun lontar, tanduk, tulang, ruas bambu, dan batu. Kampung Tua Tanjung Tanah di Kabupaten Kerinci, Jambi, dikenal sebagai situs yang mungkin lebih tua dari Kerajaan Dharmasraya Malayu-Jambi yang ada pada abad ke-13 Masehi.
Tigo Luhah Tanjung Tanah pernah disebut Bumi Undang Silujur Alam Kerinci karena ditemukannya dua naskah undang-undang penting di sini. Naskah-naskah tersebut dirumuskan oleh pihak kerajaan dan Depati Silujur Alam Kerinci untuk mengatur pemerintahan dan kehidupan masyarakat.
Salah satu naskah undang-undang yang ditemukan berasal dari masa kejayaan Kerajaan Dharmasraya Malayu-Jambi pada abad ke-13/14 Masehi, dan ditulis sebagian dengan aksara Melayu Kuno serta aksara Incoung. Naskah ini dikenal sebagai Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah, yang merupakan salah satu naskah Melayu tertua di dunia.
Naskah undang-undang lainnya, ditemukan di kampung yang sama, menggunakan aksara Arab-Melayu dan berasal dari masa Kesultanan Islam Jambi pada abad ke-16/17 Masehi.
Dengan warisan budaya yang mendalam ini, Suku Kerinci terus menjaga dan melestarikan tradisi mereka, menyajikan gambaran yang kaya tentang peradaban Melayu tua di Indonesia.