PAGARALAMPOS.COM - Kanibalisme adalah praktik memakan daging manusia oleh manusia lain. Praktik ini telah ada sejak zaman prasejarah dan masih dilakukan oleh beberapa suku di berbagai belahan dunia, termasuk di Papua.
Papua adalah wilayah yang terletak di bagian timur Indonesia dan memiliki beragam suku dan budaya.
Beberapa suku di Papua dikenal pernah atau masih melakukan tradisi kanibalisme, baik sebagai bagian dari ritual keagamaan, adat istiadat, atau bentuk hukuman.
Artikel ini akan membahas sejarah tradisi kanibalisme suku yang ada di Papua, serta apakah praktik ini masih ada hingga saat ini.
BACA JUGA:Menjelajah Sejarah Perkembangan Emas di Sumatera Sejak Zaman Belanda
BACA JUGA:Mengulik 7 Fakta Menarik Tentang Wayang Kulit yang Menyimpan Kisah Bersejarah di Dalamnya
Kebiasaan makan otak manusia di kalangan suku Papua Nugini ternyata ibarat pedang bermata dua. Menurut penyelidikan yang telah dilakukan, akibat memakan otak, suku Fore mudah terserang penyakit sapi gila. Namun selain itu, mereka kebal terhadap sejumlah penyakit lainnya.
Penyakit sapi gila pertama kali dikenal di seluruh dunia setelah seorang dokter distrik yang bekerja di New Guinea memperhatikan bahwa beberapa orang dari suku Fore, yang tinggal di dataran tinggi Papua Nugini, Guinea, menderita penyakit mematikan tersebut. Korban akan kehilangan kemampuan berjalan, menelan dan mengunyah. Hal ini pada gilirannya menyebabkan penurunan berat badan dan kematian.
Pada puncaknya, penyakit ini membunuh sekitar 2% suku tersebut setiap tahun. Suku Fore melakukan ritual penguburan yang mencakup pesta jenazah, di mana laki-laki memakan daging kerabat mereka yang telah meninggal sementara perempuan memakan otaknya.
BACA JUGA:Ilmuwan Paling Berpengaruh di Dunia Setelah Nabi Muhammad, Begini Sejarah dan Karya Ishaac Newton
BACA JUGA:Membongkar Konstruksi Sejarah Besemah, Punya Hubungan dengan Fakta dan Mitos Atung Bungsu
Suku Korowai
Suku Korowai adalah salah satu suku yang terkenal karena tradisi kanibalismenya. Suku ini hidup di pedalaman Papua, di kawasan yang terletak kurang lebih 150 km dari Laut Arafura. Suku Korowai ditemukan oleh tim misionaris dari Belanda pada tahun 1975-1978, dan sejak saat itu mulai terlibat dengan dunia luar.
Suku Korowai diperkirakan berjumlah sekitar 3.000 orang, dan sebagian besar masih hidup secara tradisional, termasuk membangun rumah pohon yang tinggi di atas tanah. Suku Korowai mempraktikkan kanibalisme sebagai hukuman bagi orang yang diduga sebagai dukun atau khuakhua.
Khuakhua adalah orang yang dipercaya dapat menyebabkan kematian anggota suku lainnya dengan menggunakan sihir. Orang yang dicurigai sebagai khuakhua akan dibunuh, dimasak, dan dimakan oleh anggota suku Korowai.