PAGARALAMPOS.COM - Dalam skandal korupsi yang mengguncang dunia pertambangan Indonesia, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Tamron alias Aon sebagai tersangka utama.
Tamron, seorang pengusaha timah yang populer di kalangan pejabat, kini berada di tengah sorotan publik sebagai salah satu dalang dari kasus penambangan timah ilegal yang merugikan negara hingga Rp. 271 triliun.
Nama Tamron bukanlah nama asing di kalangan pejabat dan pengusaha di Bangka Belitung.
Bahkan, saat ibunya meninggal dunia, seorang petinggi polisi mengirimkan karangan bunga sebagai ungkapan duka cita.
BACA JUGA:Viral, Candi di Pedalaman Kamboja Ini Menyamai Angkor Wat
Namun, setelah beberapa waktu menghilang dari publik, Tamron kembali menjadi sorotan saat ditunjuk sebagai ketua Satgas Tambang Timah Ilegal pada tahun 2022.
Kehadiran Tamron dalam kasus ini tidak bisa diabaikan. Ia pertama kali ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung, bersama dengan mitra kerjanya, Achmad Albani.
Keduanya terlibat dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT MCM.
Menariknya, meskipun namanya tidak tercatat sebagai pemilik sah dari dua perusahaan ini, Tamron dianggap sebagai pemilik manfaat atau 'beneficial owner', sementara Albani hanya berperan sebagai manajer operasional.
BACA JUGA: 7.300 Kendaraan Antre Panjang di Pelabuhan Merak Akibat Kendaraan Tanpa Tiket
Peran Tamron dalam skema korupsi ini cukup kompleks. CV VIP telah bekerja sama dengan PT Timah Tbk sejak sekitar tahun 2018.
Kerja sama ini sebenarnya adalah upaya untuk merampok sumber daya mineral timah milik PT Timah di Bangka. Tamron, sebagai pemilik manfaat CV VIP, memerintahkan Albani untuk menyediakan bijih timah yang nantinya akan digunakan oleh PT Timah untuk produksi.
Tidak hanya itu, Tamron juga memerintahkan Albani untuk mendirikan beberapa anak perusahaan, seperti CV SEP, CV MJP, dan CV MB, yang berperan dalam melaksanakan kerja sama penambangan dan peleburan timah di lokasi IUP PT Timah.
Untuk melegalkan kegiatan perusahaan-perusahaan ini, PT Timah bahkan menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) yang seolah-olah menunjukkan adanya kegiatan pengangkutan hasil mineral timah.