BACA JUGA:Sejarah dan Kebudayaan Suku Bangsa Arab di Era Rasulullah
BACA JUGA:Dari Bertukar Barang hingga Transaksi Digital, Begini Sejarah dan Perkembangan Uang
“De Kock bahkan bermanis muka kepada Diponegoro dengan memberinya seekor kuda bagus warna abu-abu dan uang 10.000 gulden yang dicicil dua kali untuk biaya para pengikutnya selama bulan puasa,” jelasnya.
Tetapi setelah bulan puasa selesai, tujuan asli dari De Kock terbongkar.
Dirinya membiarkan sang pangeran menikmati kenyamanan semu.
Sembari berharap Ngabdul Kamid (nama islam Pangeran Diponegoro) menyerah tanpa syarat.
BACA JUGA:Mengungkap Sejarah Berdirinya Kerajaan Kutai Dari Masa Kejayaan Hingga Runtuhnya Kerajaan Kutai
BACA JUGA:Mengenal Sejarah Kerajaan Kutai Dari Pertama Berdirinya Hingga Masa Runtuhnya Kerajaan
“Motif dan cara tidak terhormat seperti ini tentu tidak dikatakan secara terbuka, namun dalam pandangan De Kock, apa boleh buat, tujuan menghalalkan segala cara,” tulis Peter Carey.
Namun sikap manis De Kock selama bulan puasa, tidak meluluhkan hati Pangeran Diponegoro.
Sang pangeran tetap kukuh dalam niatnya untuk mendapatkan pengakuan sebagai sultan Jawa bagian selatan.
De Kock yang mendengar kabar tersebut lalu mengambil langkah tegas.
Pada 25 Maret 1830, dia memberi perintah kepada Louis du Perron dan A.V Michels untuk mempersiapkan kelengkapan militer guna mengamankan penangkapan sang pangeran.
“Gencatan senjata yang berlangsung selama Ramadan berakhir tragis: Diponegoro ditangkap pada hari kedua Lebaran, 28 Maret 1830,” jelasnya.*