PAGARALAMPOS.COM - Raja Pajang Sultan Hadiwijoyo meninggal dunia. Seharusnya, yang naik tahta adalah Pangeran Benowo, putra mahkota, namun Sunan Kudus berkehendak lain.
Sunan Kudus menginginkan Adipati Demak Aryo Pangiri, menantu Sultan Hadiwijoyo, yang naik tahta karena ia lebih tua dari Benowo.
Danang Sutowijoyo, yang kelak menjadi kakek Sultan Agung, pun ingin membela Benowo sebagai putra mahkota.
Adipati Manduro mengirimkan utusan ke Pajang untuk mengantarkan surat.
BACA JUGA:Inilah Sejarah Candi Megah di Dalam Akar Pohon Raksasa yang Menyimpan Penuh Misteri
BACA JUGA:Mengulik Sejarah Lukisan Prasejarah di Situs Purbakala Tapurarang
Setelah berbasa-basi, isi surat itu menjanjikan dukungan jika Adipati Pajang berniat memimpin pemberontakan melawan Mataram.
Adipati Pajang mengucapkan terima kasih dan mengatakan bahwa ia sedang menunggu kesempatan untuk memberontak melawan Sultan Agung.
Hampir di saat yang bersamaan, Sultan Agung mengetahui bahwa Pajang mempunyai kuda yang sangat bagus.
BACA JUGA:Penemuan Bersejarah: Menggali Kebenaran di Balik Prasasti Usia 30.000 Tahun di Sacsayhuamán
BACA JUGA:Jejak Peradaban Romawi: Temuan Arsip dan Stempel Bersejarah di Turki
Pamannya, Ki Juru Mertani, mencegahnya dengan mengatakan, “Jangan ikut campur tangan Senopati, sebaiknya segera pulang.” Di kemudian hari, untuk apa kakek Sultan Agung itu meminta perhiasan kerajaan dari Benowo?
Begitu mendengar kabar Sultan Hadiwijoyo meninggal, Danang Sutowijoyo yang sudah dikenal sebagai Panembahan Senopati segera menaiki kuda menuju Pajang. Senopati kemudian memandikan jenazah ayah angkatnya itu.
Setelah dimakamkan, Sunan Kudus mengambil mimbar. “Hai segenap menteri Pajang, seyogyanya, siapa putra yang pantas menggantikan yang bertahta di negeri Pajang?”
BACA JUGA:Mengulik Misteri dan Sejarah di Bangunnya Piramida Zaman Dahulu