PAGARALAMPOS.COM - Tengah malam di penghujung 1982, di batas hutan dan pantai, seorang lelaki tua kurus tanpa alas kaki bertandang ke barak Resort Karangranjang di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
“Abah Murdja’i,” ucap Saridan, seorang polisi hutan yang bertugas di area tersebut.
Abah Murdja’i bukan sembarang orang. Dia mantan jawara atau “dedengkot” kelompok pemburu badak di Ujung Kulon. Ia pernah dipenjara lima tahun, 1974-1979, ditangkap subuh dini hari di Sungai Cikalejetan.
Sebelum ditangkap, ia sempat mengokang senjata ke arah petugas yang mengejarnya, namun senjata itu justru meledak di tangannya sendiri hingga jari-jari tangan kanannya putus. Ia diamankan lalu disidang di pengadilan Pandeglang.
BACA JUGA:Penemuan Bersejarah: Menggali Kebenaran di Balik Prasasti Usia 30.000 Tahun di Sacsayhuamán
BACA JUGA:Jejak Peradaban Romawi: Temuan Arsip dan Stempel Bersejarah di Turki
Jalur pejalan kaki di Semenanjung Ujung Kulon, Banten, resmi ditutup untuk melindungi habitat Badak Cula Satu atau Badak Jawa. Berapa sebenarnya sisa satwa langka tersebut di alam liar?
Penutupan jalur wisata tracking itu mulai berlaku efektif pada 1 November 2023 hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Langkah itu dilakukan guna pemulihan ekosistem sekaligus perlindungan habitat Badak Jawa yang masuk dalam kategori critically endangered dalam daftar Red List Data Book yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
Ujung Kulon menjadi satu-satunya habitat yang tersisa bagi Badak Jawa.
BACA JUGA:Inilah Sejarah Candi Megah di Dalam Akar Pohon Raksasa yang Menyimpan Penuh Misteri
BACA JUGA:Mengulik Sejarah Lukisan Prasejarah di Situs Purbakala Tapurarang
"Dalam perhitungan Badak Jawa, saat ini adalah jumlah terbanyak sepanjang sejarag Ujung Kulon," menurut keterangan resmi Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), dalam hak jawabnya.
"Data statistik membuktikan jumlah badak semakin meningkat meskipun dalam perhitungan menggunakan metode yang berbeda beda sesuai dengan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin akurat."
Berdasarkan keterangan Taman Nasional Ujung Kulon, penghitungan jumlah Badak Jawa dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis spasial (spatially explicit capture recapture/SECR).