Dalam beberapa hal, rezim ini relatif ramah. Orang Yahudi dan Kristen diperbolehkan menjalankan agama mereka jika mereka memilih untuk tidak masuk Islam.
BACA JUGA:Menjadi Daya Tarik Tersendiri, Mengungkap Misteri Terpendam Makam Kuno di Gunung Salak
Namun mereka membayar pajak tambahan, yang disebut jizya, dan diperlakukan sebagai kelas sosial yang lebih rendah dibandingkan Muslim.
Pemerintahan Muslim di Spanyol mulai terpecah-pecah setelah abad ke-11, dan kerajaan-kerajaan Kristen di utara menjadi semakin kuat.
Emirat Muslim terakhir, di Granada, dikalahkan pada tahun 1492 oleh tentara Kastilia dalam pertempuran terakhir Reconquista Kristen yang dipimpin oleh Isabela dan Ferdinand, ratu dan raja pertama Spanyol.
Setelah itu, Islam dilarang, dan penganiayaan bernada anti-Muslim terus berlanjut hingga awal abad ke-17.
BACA JUGA:Salahuddin Al-Ayyubi: Pemimpin Legendaris dalam Sejarah Islam yang Dirindukan Palestina
Pengaruh pemerintahan Islam telah diakui di wilayah sekitar, namun sejarah tidak menyebutkan fase Islam di Tauste.
"Kuburan kuno terkadang digali di kota tersebut, namun mereka dianggap sebagai kuburan korban pandemi kolera yang menewaskan hampir seperempat juta orang di Spanyol pada tahun 1854 dan 1855," kata Miriam Pina Pardos, direktur Anthropological Observatory of the Islamic Necropolis of Tauste untuk El Patiaz.
Menggali Islam
Foto : Sejarah Islam di Spanyol.-Mengejutkan, Temuan Ratusan Kuburan Kuno di Lembah Ebro, Ternyata Ada Jejak Sejarah Kejayaan Muslim di Spanyol-Google.com
Beberapa anggota El Patiaz mencurigai menara gereja abad ke-11 di kota itu berasal dari zaman Islam. Kecurigaan ini terkonfirmasi ketika pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa menara tersebut dulunya adalah menara dengan arsitektur khas Zagri.
Maka pada tahun 2010, kelompok tersebut memulai penggalian yang dipimpin oleh arkeolog Francisco Javier Gutierrez.
BACA JUGA:Jejak Sejarah Islam di Kalimantan Timur, Begini Peran Kerajaan Kutai dan Paser dalam Penyebarannya
Mereka mengetahui bahwa kuburan kuno di Tauste berisi orang-orang yang dikuburkan dengan ritual Muslim, dan bukan dengan gaya pemakaman massal seperti yang diperkirakan terjadi pada para korban pandemi kolera.
"Misalnya, setiap kuburan berisi jenazah satu orang, biasanya diletakkan miring ke kanan sehingga wajah mereka mengarah ke kiblat di Makkah, dan masing-masing ditutupi dengan gundukan tanah. Beberapa mungkin juga memiliki penutup kayu, namun kini telah hilang," kata Gutierrez.