Bagaimana Cara Membedakan Barang Dagangan dan Oleh-Oleh?
Dengan adanya aturan baru ini, masyarakat khususnya yang sering melakukan perjalanan luar negeri atau menggunakan jasa titip (jastip) barang-barang impor, perlu memahami perbedaan antara barang dagangan dan oleh-oleh.
Salah satu kriteria yang bisa digunakan adalah keberadaan kardus dan bukti pembelian.
Menurut Zulkifli, jika barang impor dibeli dengan tujuan untuk dijual kembali, maka akan dikenakan pungutan bea cukai.
BACA JUGA:Beras Bulog Dikemas Ulang Menjadi Premium di Malang Terungkap, Ternyata Begin Modus Pelaku!
Hal ini ditandai dengan keberadaan kardus dan bukti pembelian yang mengindikasikan tujuan dagang.
Namun, jika barang impor dibeli sebagai oleh-oleh tanpa adanya kardus dan bukti pembelian yang menunjukkan tujuan dagang, maka tidak akan dikenakan pungutan bea cukai.
Dampak Terhadap Industri Jasa Titip (Jastip)
Kebijakan baru ini juga memiliki dampak yang signifikan terhadap industri jasa titip (jastip).
BACA JUGA:Beras Bulog Dikemas Ulang Menjadi Premium di Malang Terungkap, Ternyata Begin Modus Pelaku!
Dengan diberlakukannya pungutan bea cukai untuk barang-barang impor yang dibeli untuk tujuan dagang, para penyedia jasa titip harus lebih berhati-hati dalam mengelola barang-barang impor yang dipesan oleh pelanggannya.
Para pelanggan juga perlu lebih berhati-hati dalam memilih barang-barang impor yang mereka beli melalui jasa titip.
Mereka perlu memastikan bahwa barang yang mereka beli tidak ditujukan untuk tujuan dagang agar tidak terkena pungutan bea cukai tambahan yang dapat meningkatkan biaya secara keseluruhan.
Kesimpulan
BACA JUGA:Sungguh Menggemparkan! Peninggalan Zaman Buddha Terungkap di Nepal, Simak Ulasannya
Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023, pengaturan impor barang-barang menjadi lebih ketat, terutama bagi barang-barang yang dibeli untuk tujuan dagang.