HB IV naik tahta berkat rekomendasi Diponegoro, kakaknya. Hamengkubuwono III menginginkan Diponegoro yang menggantikannya, tetapi Diponegoro menolak.
BACA JUGA:Sejarah: Perintah Puasa dan Keutamaan Berpuasa di Bulan Ramadhan
BACA JUGA:Menggali Warisan Belanda di Kabupaten Lebong, Tambang Emas dan Bangunan Bersejarah
Pada 1805 Diponegoro menerima bisikan untuk tidak bekerja sama dengan Belanda. Dengan demikian, ia harus menolak menjadi raja yang diangkat oleh Belanda.
Ia memiliki harapan pada adiknya, karena adiknya itu cukup dekat dengannya. Ia sering mengajari berbagai hal.
Namun setelah menjadi sultan, HB IV berubah. Orang-orang di sekitarnya menjauhkan Diponegoro darinya.
HB IV lebih menyukai Residen Yogyakarta Nahuys yang memberinya pengaruh gaya hidup Barat. HB IV menjadi pemalas, surut semangat belajarnya.
BACA JUGA:Menggali Warisan Belanda di Kabupaten Lebong, Tambang Emas dan Bangunan Bersejarah
Ia senang minum-minum hingga mabuk, senang memamerkan seragam kesatria Bejanda dan seragam jenderal Belandanya. Ia juga senang dengan perempuan.
Diponegoro tentu menyesali tindakannya merekomendasikan adiknya itu menjadi sultan. Ia marah pada adiknya, tapi lebih marah lagi pada residen Belanda.
Hingga datang masanya, muncul Diposono yang menyusun rencana merebut tahta dari HB IV. "Rencana pertama berhasil, tetapi yang kedua gagal," kata Martin Bossenbroek.
Pada 27 Januari 1822, Diposono menyewa komplotan perampok untuk menyerang para pedagang Cina di Kedu.
BACA JUGA:Inilah Misteri Sejarah Candi Gedong Songo di Gunung Ungaran
BACA JUGA:Mengungkap Sejarah Makam Tersembunyi di Benteng Trade Solo
Residen Kedu pun meminta bantuan dan Residen Yogyakaata Nahuys langsung menjawabnya dengan mengirim pasukan terdiri dari 150 prajurit.