Ia juga ingin bebas dari segala kewajiban sebagai putri kerajaan dan menjalani hidup yang sederhana dan damai.
Suatu malam, Putri Mante memutuskan untuk melarikan diri dari istana.
Ia menyamar sebagai seorang gadis desa dan membawa beberapa barang-barang yang ia perlukan.
Ia berjalan menyusuri hutan-hutan dan sungai-sungai, mencari tempat yang jauh dari keramaian dan kebisingan. Ia ingin hidup bersama alam dan binatang-binatang.
BACA JUGA:Masih Memegang Tradisi Leluhurnya, Suku Papua yang Masih Menerapkan Kanibalisme!
Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang pemuda yang sedang memancing di pinggir sungai.
Pemuda itu memiliki tubuh yang pendek dan kekar, rambut yang panjang dan ikal, dan mata yang tajam dan cerdas.
Ia mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit binatang dan membawa senjata yang terbuat dari kayu dan batu.
Ia adalah salah satu anggota Suku Mante, suku yang hidup terasing di hutan dan tidak pernah berhubungan dengan orang-orang luar.
BACA JUGA:Mengungkap Sejarah Tambo Bayang (1915), Jejak Suku Guci dari Muaro Paneh
Putri Mante merasa tertarik dengan pemuda itu. Ia mendekatinya dan menyapa dengan ramah.
Pemuda itu terkejut melihat seorang gadis asing yang berbicara dengan bahasa yang berbeda.
Ia curiga dan bersiap-siap untuk melarikan diri atau melawan. Tetapi, ia juga merasakan sesuatu yang aneh di hatinya.
Ia merasa ada benang merah yang menghubungkan dirinya dengan gadis itu.
BACA JUGA:Mengungkap Asal Usul Suku Guci, ada Keterlibatan dalam Perdagangan Guci dari Tiongkok?
Putri Mante mencoba untuk berkomunikasi dengan pemuda itu dengan menggunakan isyarat dan bahasa tubuh.