Sekitar satu dekade pertama, Eyang Djoego membuka padepokan dan menerima murid yang salah satu diantaranya menjadi putera angkatnya, yaitu Raden Mas Jonet atau Raden Mas Iman Soedjono (Eyang Soedjo).
Yang merupakan salah satu senapati Pangeran Diponegoro. Pada dekade kedua, Ki Moeridun dari Warungasem, Pekalongan datang menjadi murid R.M. Iman Soedjono..
Eyang Djoego kemudian memerintahkan R.M. Iman Soedjono dan Ki Moeridun untuk membuka hutan di sebelah selatan Gunung Kawi.
Dan berpesan bahwa ia ingin dimakamkan di sana. Ia juga meramalkan bahwa desa yang akan dibuka tersebut akan ramai serta menjadi tempat pengungsian.
BACA JUGA:Kemewahan Off-Road, Thar Earth Edition Hadir dengan Penawaran Tak Terduga! Cek Penjelasannya Disini!
BACA JUGA:Honda CRF150L 2024, Melampaui Batasan dengan Harga yang Masuk Akal
Murid-murid Eyang Djoego yang berangkat berjumlah sekitar 40 orang yang diantaranya beretnis Tionghoa.
Rombongan dipimpin oleh Mbah Wonosari diiringi 20 orang pengikut dan membawa dua pusaka bernama Kudi Caluk dan Kudi Pecok.
Selama perjalanan, rombongan mengalami berbagai peristiwa yang menyebabkan terjadinya pemberian nama berbagai tempat.
Lalu tempat permukiman baru tersebut kemudian menjadi tempat pengungsian banyak orang yang berkunjung di wilayah Gunung Kawi.
BACA JUGA:Sejarah Dan 10 Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Yang Paling Melegenda, Wong Kito Wajib Tau Ini!
BACA JUGA:Bikin Anak Tampil Makin Cantik dan Imut! Ini 6 Gaya Rambut Anak Perempuan yang Trendi 2024
Mulai dari penduduk suku Jawa, luar Jawa, etnis Tionghoa hingga sampai mancanegara.
Hal inilah yang menciptakan perpaduan budaya dan suku di daerah setempat yang membuat kebudayaannya menjadi unik dan nyentrik.
Salahsatunya, terdapat bangunan sebagai pasarean dengan arsitektur bangunan khas Tionghoa.
2. Mitos Pohon Dewandaru yang Terkenal