Paturuan Sibaso, Ritual Pemanggilan Roh Nenek Moyang Suku Mandailing, Ternyata Ini Tujuannya!

Minggu 25-02-2024,00:03 WIB
Reporter : Bodok
Editor : Almi

Sibaso memakai pakaian adat yang disebut ulos, dan membawa benda-benda kebesaran, seperti bendera, payung, dan tombak.

BACA JUGA:Menelusuri Kesejukan Spiritual, 11 Destinasi Wisata Religi Banten Cocok untuk Keluarga

Ritual Paturuan Sibaso dimulai dengan pargordang memainkan Gordang Sambilan dengan irama yang pelan dan lembut.

Sibaso kemudian mulai berdoa dan memanggil roh nenek moyang dengan bahasa Mandailing. 

Secara bertahap, irama Gordang Sambilan menjadi semakin cepat dan keras, hingga mencapai puncaknya.

Pada saat itu, Sibaso dianggap telah kesurupan oleh roh nenek moyang, dan mulai berbicara atau bergerak sesuai dengan kehendak roh tersebut.

BACA JUGA:Eksplorasi Keindahan dan Sejarah Masjid Agung Sumenep, Simbol Keberagaman Budaya dan Spiritualitas

Roh nenek moyang yang telah merasuki Sibaso biasanya memberikan pesan, nasihat, atau petunjuk kepada masyarakat Mandailing.

Pesan tersebut bisa berupa ramalan, peringatan, atau solusi untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. 

Masyarakat Mandailing yang hadir dalam ritual Paturuan Sibaso harus mendengarkan dan mengikuti pesan tersebut dengan hormat dan taat.

Kapan dan mengapa Paturuan Sibaso dilakukan?

Ritual Paturuan Sibaso dilakukan oleh masyarakat Mandailing sebelum mereka mengenal agama Islam.

BACA JUGA:Keajaiban Sapiritual Gunung Singgalang, Mengungkap Misteri dan Mitos Dataran Tinggi Sumatera Barat!

Agama Islam saat ini menjadi agama mayoritas penduduk di Mandailing Natal, kabupaten yang menjadi pusat kebudayaan Mandailing. 

Oleh karena itu, ritual Paturuan Sibaso sudah jarang dilakukan, dan hanya sebagai bentuk pelestarian budaya.

Ritual Paturuan Sibaso biasanya dilakukan ketika masyarakat Mandailing mengalami kesulitan atau krisis yang tidak bisa diatasi dengan cara biasa. 

Kategori :