PAGARALAMPOS.COM – Provinsi Jambi, yang kaya akan keindahan alam dan keanekaragaman budayanya, menyimpan kekayaan berharga berupa suku-suku asli dan kearifan lokal mereka.
Selama berabad-abad, suku-suku ini telah meninggalkan jejak sejarah dan budaya yang mendalam di wilayah Jambi. Mereka menghuni berbagai daerah, mulai dari tepian sungai besar hingga desa-desa terpencil, dan membawa kisah-kisah serta tradisi yang khas.
Artikel ini akan mengajak pembaca untuk mengeksplorasi lebih jauh tentang budaya dan kearifan lokal Suku Jambi, memberikan wawasan tentang warisan budaya yang melambangkan kekayaan Provinsi Jambi.
Sebagai salah satu dari sepuluh provinsi di Pulau Sumatera, Jambi memiliki sekitar 3,55 juta penduduk menurut Sensus Penduduk 2020. Provinsi ini diresmikan sebagai provinsi otonom melalui UU Darurat Nomor 19 Tahun 1957, yang kemudian diperkuat dengan UU Nomor 61 Tahun 1958.
Suku Jambi, juga dikenal sebagai Melayu Jambi, merupakan kelompok etnis asli di provinsi ini. Mereka tersebar di kota Jambi serta kabupaten Muaro Jambi, Tanjung Jabung, Batanghari, Bungo-Tebo, dan sebagian Sarko. Tempat tinggal mereka seringkali berada di pinggiran sungai, baik besar maupun kecil.
Sejarah Jambi
Dalam sejarah kuno, Jambi dikenal luas. Nama Jambi sering muncul dalam prasasti dan catatan sejarah Tiongkok, menunjukkan hubungan lama antara orang Tiongkok dan suku asli Jambi, yang dikenal sebagai Chan-pei.
Tiga kerajaan Melayu kuno yang pernah berdiri di Jambi adalah Koying (abad ke-3 M), Tupo (abad ke-3 M), dan Kantoli (abad ke-5 M). Namun, seiring waktu, kerajaan-kerajaan ini terlupakan dan sisa-sisa peninggalannya masih dalam penelitian.
Jambi juga pernah menjadi bagian dari wilayah Minanga Kamwa, yang merupakan tempat lahirnya beberapa kerajaan Melayu dan Sriwijaya. Jambi mengalami pengaruh dari berbagai kekuatan besar, seperti Sriwijaya dan Kesultanan Johor.
Asal Usul Suku Jambi
Bangsa Melayu Jambi adalah hasil percampuran berbagai ras dan pengaruh budaya sejak sekitar 10.000 tahun SM. Pada awalnya, manusia Austro-Melanesoid mendiami kawasan pesisir dan tepi sungai, hidup di goa batu. Goa-goa ini kini terletak jauh di pedalaman.
Migrasi ras Mongoloid ke Asia Tenggara membawa manusia Proto Melayu dan Deutro Melayu. Meskipun waktu pasti migrasi ini belum diketahui, temuan arkeologis menunjukkan periode migrasi antara 10.000 SM dan 2.000 SM. Pada periode ini, manusia Proto Melayu mengembangkan kebudayaan batu tua, sementara Deutro Melayu mengembangkan kebudayaan logam dan perunggu.
Sejak lama, wilayah Jambi telah dihuni oleh masyarakat Proto Melayu, seperti Suku Kerinci, Batin, Penghulu, dan Suku Anak Dalam. Masyarakat ini memainkan peran penting dalam perkembangan Bahasa Melayu Jambi, budaya Melayu, serta sejarah kerajaan Melayu di Jambi.
Pada zaman sebelum Masehi, masyarakat Proto Melayu di Jambi mengembangkan kebudayaan Melayu Pra-Sejarah, yang dicontohkan oleh Suku Kerinci. Sekitar awal abad 1 Masehi, agama Buddha mulai mempengaruhi wilayah Jambi, menghasilkan kebudayaan Melayu Buddha. Namun, pada akhir abad 7 M hingga awal abad 11 M, Islam mulai berkembang di Jambi, menggantikan kebudayaan Buddha dan membawa perubahan signifikan pada kehidupan sosial masyarakat Melayu Jambi.
Kini, dalam kehidupan sehari-hari, unsur-unsur kebudayaan Melayu Jambi telah mengintegrasikan aspek Islam dengan tradisi Melayu kuno, menciptakan harmoni budaya yang unik.