Di luar adopsi CFT dan air refuelling, dengan membawa 3 drop tanks, Typhoon dapat terbang ferry hingga 3.790 Km.
Nah, komponen CFT inilah yang ditawarkan Eurofighter untuk nantinya bisa diproduksi di PT Dirgantara Indonesia, bila kelak pemerintah memutuskan membeli Typhoon.
Produksi CFT bisa jadi skenario yang ditawarkan dalam sistem offset terkait kewajiban ToT (transfer of technology) dari manufaktur.
Sayangnya, pihak AU Inggris yang banyak menugaskan Typhoon dalam misi ground attack di Libya, belum menjadikan pemasangan CFT sebagai prioritas.
Namun, untuk Indonesia adopsi CFT layak dipertimbangkan, mengingat daya jangkau jet tempur dapat terdongkak tanpa perlu dukungan pesawat tanker.
BACA JUGA:Peringati Hari Jadi Korpolairud, Gelar Tanam 73 Ribu Bibit Mangrove Serentak
Keunggulan Typhoon lainnya ada di supercruise capability, jet ini dapat terbang menjelajah di kecepatan supersonic tanpa afterburner dengan membawa persenjataan penuh.
Di kawasan Asia Tenggara, baru Singapura yang mengusung teknologi CFT, yakni dipasang pada jet tempur F-16 Block 52+.
Sonic Boom
Terkait tugas maritim, semisal untuk misi penindakan yang membutuhkan reaksi cepat. Typhoon punya adonan senjata yang mutakhir hingga low level.
Bila yang dihadapi misi anti kapal, Typhoon bisa membawa rudal Harpoon atau RBS-15. Tapi bila yang dihadapi perompak, Typhoon cukup terbang rendah sembari melepaskan sonic boom.
Dijamin perompak akan kocar kacir. Bila masih membandel, ada kanon Mauser BK-27 kaliber 27 mm yang siap diluncurkan. (*)