2. Meningkatnya persaingan Kepemimpinan
Dalam hal Kepemimpinan raja atau Kaisar, ada banyak konflik yang Meningkatkan persaingan. Hal tersebut tentunya untuk mendapatkan posisi elit sehingga banyak lahir pengangguran.
Kondisi yang menurut para peneliti sangat mirip dengan permasalahan mayoritas negara-negara di dunia sekarang.
Namun Bedanya, pada era Dinasti Qing peningkatan jumlah pelamar kerja tidak sebanding dengan kuantitas lulusan akademis tertinggi.
Pada tahun 1796 jumlah akademis atau sarjana berada pada titik terendah.
Peneliti menemukan bahwa ada permainan politik dan strategi licik sejumlah oknum abdi dalam kerajaan yang menjadikan edukasi untuk meraih gelar tinggi sangat sulit, meskipun untuk kalangan bangsawan.
BACA JUGA:Menelusuri Warisan Sunan Drajat: Refleksi Sejarah dan Budaya di Lamongan
Alhasil, terjadilah pemberontakan Taiping atau demonstrasi Para pemimpin Pemberontakan Taiping yang tercatat dalam sejarah sebagai perang saudara paling berdarah dalam sejarah umat manusia.
3. Beban keuangan negara meningkat
HAl yang lain yaitu Beban keuangan negara meningkat karena meningkatnya biaya yang terkait dengan upaya meredam kerusuhan.
Dengan ini menurunnya produktivitas per kapita, dan meningkatnya defisit perdagangan akibat cadangan perak dan impor opium yang merosot.
Bahkan Secara kolektif, faktor-faktor ini memuncak dalam serangkaian pemberontakan yang menandai berakhirnya Dinasti Qing dan menimbulkan banyak korban jiwa di China.
BACA JUGA:Menyibak Sejarah Sunan Drajat dan Kekayaan Budaya Lamongan
Menurut Penemuan dari studi tersebut, ketegangan sosial telah mencapai puncaknya antara tahun 1840 dan 1890.
Mengasumsikan bahwa penguasa Qing tidak menyadari tekanan yang meningkat ini adalah sebuah kesalahan, jelas Turchin.
Ada Fakta bahwa dinasti ini bertahan hingga tahun 1912 semakin menegaskan kekuatan struktur institusionalnya.