Namun Bedanya, pada era Dinasti Qing peningkatan jumlah pelamar kerja tidak sebanding dengan kuantitas lulusan akademis tertinggi.
Pada tahun 1796 jumlah akademis atau sarjana berada pada titik terendah.
Peneliti menemukan bahwa ada permainan politik dan strategi licik sejumlah oknum abdi dalam kerajaan yang menjadikan edukasi untuk meraih gelar tinggi sangat sulit, meskipun untuk kalangan bangsawan.
BACA JUGA:Mau Berwisata Ke Gunung Batur? Kamu Wajib Tau Misteri Dibalik KEindahan Gunung Satu Ini!
Alhasil, terjadilah pemberontakan Taiping atau demonstrasi Para pemimpin Pemberontakan Taiping yang tercatat dalam sejarah sebagai perang saudara paling berdarah dalam sejarah umat manusia.
3. Beban keuangan negara meningkat
HAl yang lain yaitu Beban keuangan negara meningkat karena meningkatnya biaya yang terkait dengan upaya meredam kerusuhan.
Dengan ini menurunnya produktivitas per kapita, dan meningkatnya defisit perdagangan akibat cadangan perak dan impor opium yang merosot.
Bahkan Secara kolektif, faktor-faktor ini memuncak dalam serangkaian pemberontakan yang menandai berakhirnya Dinasti Qing dan menimbulkan banyak korban jiwa di China.
BACA JUGA:Merinding! Inilah Fakta Dan Mitos Mistis Yang Ada Di Gunung Batur Bali
Menurut Penemuan dari studi tersebut, ketegangan sosial telah mencapai puncaknya antara tahun 1840 dan 1890.
Mengasumsikan bahwa penguasa Qing tidak menyadari tekanan yang meningkat ini adalah sebuah kesalahan, jelas Turchin.
Ada Fakta bahwa dinasti ini bertahan hingga tahun 1912 semakin menegaskan kekuatan struktur institusionalnya.
Sebenarnya, para elit dan penasihat kerajaan telah berupaya untuk mempertahankan digdaya Dinasti Qing, mereka sempat menambah kuota warga untuk mengikuti ujian gelar tertentu.
BACA JUGA:NGERI ABIS! Ini Daftar Lokasi Paling Angker Di Indonesia
Sangat disayangkan sekali, strategi tersebut gagal karena kerajaan tidak meningkatkan jumlah lowongan kerja yang ada pada Negeri tirai bambu tersebut.