PAGARALAMPOS.COM – Inggris Tak Sanggup Kuasai Daerah Bengkulu Jangka Panjang, Ternyata Fort Marlborough Miliki Kontribusi Kuat Banyak yang bertanya-tanya kekuatan inggris bisa kuasai Bengkulu, yuk simak ini penjelasannya. Inggris pernah berkuasa di Bengkulu selama 140 tahun sebelum perjanjian Traktat London yang menukar wilayah itu dengan Singapura. Beberapa jejak-jejak peninggalan kolonialisme itu masih dapat disaksikan hingga saat ini.
BACA JUGA:Pernah Kuasai Bengkulu, Ternyata Inu Kekuatan Militer Inggris di Fort Marlborough Bengkulu merupakan salah satu daerah yang pernah lama diduduki Inggris selama periode periode 1685 sampai dengan Maret 1825. Hal ini dimulai ketika Inggris mendapatkan izin untuk berdagang rempah-rempah di wilayah ini oleh petinggi setempat bernama Orang Kaya Lela dan Patih Setia Raja Muda. Inggris datang ke Bengkulu pada tahun 1685 menggunakan bendera East Indie Company (EIC). Dalihnya berdagang. Hal itu membuat penguasa Bengkulu dari Kerajaan Selebar kala itu, ‘’Orang Kaya Lela’’ dan ‘’Patih Setia Raja Muda’’ menyambut mereka dengan tangan terbuka. Atas persetujuan penguasa Bengkulu pula pada tahun 1714, Inggris membangun Benteng Marlborough sebagai pusat perdagangan sekaligus pertahanan dari serangan musuh.
BACA JUGA:Terpaksa Ikuti Tradisi Nenek Moyang, Suku Polahi Punya Tradisi Menikahkan Ibu dengan Anaknya Sebelumnya, Inggris sudah lebih dulu membangun Benteng York (Fort York). Inggris menamakan faktori dagang mereka di Bengkulu dengan East India Company’s Garrison on the West Coast of Sumatra (Garnisun EIC di Pantai Barat Pulau Sumatra). Pendudukan oleh Inggris tersebut berlangsung selama 140 tahun dan baru berakhir pada 17 Maret 1824 yakni ketika diserahkan kepada Belanda berdasarkan Traktat London. Merujuk laman militer.id, garnisun berasal dari bahasa Prancis garnison yang memiliki arti melengkapi.
BACA JUGA:Israel Luncurkan Ofek 13, Satelit Mata-Mata Terbaru Dilengkapi Radar, Untuk Apa Ya Istilah tersebut merupakan sebutan untuk sekelompok pasukan yang berada di suatu lokasi dan bertugas untuk mengamankan. Pasukan ini bisa bertempat di suatu kota, benteng, kapal, kastil dan sebagainya. Kata kunci garnisun adalah banyak instalasi militer. Jadi, perdagangan cuma dijadikan kamuflase Inggris untuk menduduki Bengkulu. Tidak banyak catatan yang mengungkap berapa jumlah pasukan Inggris di Bengkulu.
BACA JUGA:Satgas TPPO Selamatkan 2.710 Korban. Sebagian Besar Pekerja Migran Hanya, buku ‘’Brieven over Bencoolen, Padang, het Rijk Menangkabau, Rhiouw, Sincapoera en Poelopinang’ yang terbit pada tahun 1826 membeberkannya. Penulis buku itu, seorang mantan hakim di pengadilan Surakarta dan Yogyakarta berpangkat Letnan Kolonel. Namanya, Nauhijs. Menurut Nahuijs, yang membangun Garnisun Bencoolen adalah W. Scott dengan kekuatan 440 personil. Terdiri dari 400 anggota pasukan berasal dari India, yang disebut dengan ‘Sipaijer’ (Orang-Orang Sipai) dan 40 orang Eropa.
BACA JUGA:Dianugerahi Tokoh Transformasi Pelayanan Polri, Ternyata Ini Terobosan Kapolri Pasukan tersebut berasal dari korp artileri tapi, ada juga yang berasal dari infanteri. Dipimpin seorang komandan berpangkat Letnan Kolonel dan beberapa letnan. Ketika itu, tidak mengenal pangkat kapten dan mayor. Semua anggota pasukan bertempat tinggal di dalam Benteng Marlborough kecuali para perwira yang diperkenankan tinggal di luar benteng. Pasukan inilah yang melakukan aksi keji membantai dan membakar habis beberapa perkampungan di Bengkulu pasca terbunuhnya Residen Thomas Parr akibat serbuan dan perlawanan warga lokal.
BACA JUGA:Dianugerahi Tokoh Transformasi Pelayanan Polri, Ternyata Ini Terobosan Kapolri Residen Thomas Parr tidak tinggal di dalam benteng tapi di Mount Felix yang tak jauh dari benteng. Serbuan warga lokal ke rumahnya pada waktu malam itu karena protes dan keberatan atas beberapa kebijakan residen. Istri residen Thomar Parr dan Sekretarisnya Murray juga terluka dalam serbuan tersebut. Orang Inggris melakukan aksi balas dendam dengan mengerahkan pasukan.
BACA JUGA:Dianugerahi Tokoh Transformasi Pelayanan Polri, Ternyata Ini Terobosan Kapolri Beberapa perkampungan dibakar dan dimusnahkan. Sejumlah warga lokal, baik yang terlibat dalam serbuan atau tidak, dihabisi dengan keji. Saat itu, keseluruhan penduduk Bengkulu, mulai dari Mukomuko hingga Krui, diperkirakan 80 Ribu jiwa. Sedangkan warga yang mendiami wilayah sekitar Marlborough sebanyak 12 ribu jiwa. Jumlah tersebut, selain penduduk asli, sudah termasuk orang-orang Eropa, China, Jawa, Madura, Bali, Bugis, dan India.
BACA JUGA:Mengungkap Tabir Si Pahit Lidah dan Gunung Dempo, Benarkah Saling Terikat? Suasana Kota Bengkulu di tahun 1800 an, dipaparkan Letkol Nahuijs dalam suratnya ketika dia tiba pada Sabtu, 29 November, menjelang fajar, disuguhi pemandangan pantai barat Sumatera yang indah. Terlihat barisan gunung yang tinggi yang tak putus-putus. Angin laut pagi hari yang semilir. Dilanjutkannya, dari kejauhan terlihat bangunan berwarna putih dan sebuah benteng besar. Sungguh luar biasa. Kapal kami berlabuh sekitar 6 mil dari bibir pantai. Biasanya, jika pasang sedang surut, kapal akan berlabuh di Pulau Tikus. Sebuah pulau kecil di sebelah barat daya Benteng Marlborough yang jaraknya 7 mil.
BACA JUGA:Benarkah Si Pahit Lidah dan Gunung Dempo Miliki Magnet yang Kuat? Ini Penjelasanya Kunjungan orang asing ke Bengkulu tidak dipersulit seperti halnya di banyak pelabuhan lain. Sambutan pun sangat baik, sungguh memberi kesan yang sangat menyenangkan. Rumah orang-orang Eropa di Bengkulu, umumnya terdiri dari dua lantai. Bagian bawah dibangun dari batu sedangkan di lantai kedua, dari kayu. Hal tersebut merupakan langkah antisipasi keamanan, mengingat seringnya terjadi gempa bumi dahsyat. Beberapa rumah memiliki atap dari ‘sirap’ yang terbuat dari bambu yang banyak tumbuh di sekitaran arah barat laut.
BACA JUGA:Satgas TPPO Selamatkan 2.710 Korban. Sebagian Besar Pekerja Migran Antara rumah satu dengan lainnya memiliki jarak alias tidak berdekatan, namun semuanya dikelilingi tembok putih setinggi enam kaki. Kompleks perumahan yang sangat menyenangkan. Ada taman umum di tengah-tengah dan sejumlah taman kecil. Jika, memandang keluar dari lantai atas, terbentang hamparan laut yang luas dan juga pasti akan terlihat Pulau Tikus. Lokasi tersebut sangat dekat dengan laut tapi nyaman. Tak jauh dari situ, ada sebuah bangunan monumen untuk mengenang Thomas Parr yang tewas terbunuh oleh orang-orang lokal setempat.
BACA JUGA:Serem Banget! Ternyata Ini Kekuatan di Balik Misteri Si Pahit Lidah dan Gunung Dempo, Miliki Keterikatan yang Tidak jauh dari situ ada sebuah gereja yang sangat rapi. Tiap jam 11.00 pagi diadakan misa. Ada lagi misa di sore hari, pukul 16.00 dalam bahasa Melayu oleh pendeta yang sama. Gereja memiliki organ yang sangat bagus. Lewat jam 19.00, dipastikan tidak ada lagi orang-orang Eropa yang keluar rumah. Hanya ada warga setempat, satu dua orang yang terlihat berjalan kaki. Ketika itu, hanya ada satu kereta yang ditarik seekor kuda. Itu milik Letnan Gubernur.
BACA JUGA:Gantikan C-130 Hercules, Austria Resmi Order Empat Unit Embraer C-390 Millennium Untuk diketahui, Inggris baru hengkang dari Bengkulu setahun setelah perjanjian antara Raja Inggris dan Raja Belanda, yang ditandatangani pada 17 Maret 1824. Perjanjian yang dikenal dengan Traktat London oleh Belanda (The Anglo-Dutch Treaty of 1824), berupa perjanjian pertukaran kekuasaan Inggris di Bengkulu dengan Singapura di Malaka yang dikuasai Belanda saat itu. Namun meski telah meninggalkan Bengkulu sejak lama, kehadiran Inggris selama 140 tahun melalui perusahaan perdagangan bernama East India Company (EIC), masih menyisakan jejak sampai sampai saat ini. Peninggalan-peninggalan itu berupa benteng, tugu peringatan, kuburan dan lainnya. (*)