Mengulik Tradisi Unik dan Menarik Dalam Ritual Kematian Suku Toraja

Kamis 08-08-2024,08:54 WIB
Reporter : Elis
Editor : Almi

Awalnya, suku Moronene hidup secara nomaden, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.

Namun, mereka akhirnya menetap di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.

Peta yang dibuat oleh pemerintah Belanda pada tahun 1820 mencatat Kampung Hukaea sebagai salah satu pemukiman terbesar suku Moronene, yang kini termasuk dalam kawasan taman nasional.

Permukiman suku Moronene tersebar di beberapa kabupaten di Sulawesi Tenggara, termasuk Kota Kendari.

Pada tahun 1952-1953, banyak di antara mereka yang terpaksa berpindah akibat ketidakstabilan keamanan.

Kampung Hukaea, Laea, dan Lampopala dikenal sebagai Tobu Waworaha, yang merupakan lokasi penting dalam sejarah dan budaya mereka.

Kebudayaan dan Adat Istiadat

Suku Moronene dikenal dengan keramahan mereka, penghormatan terhadap orang tua, dan semangat persahabatan.

Budaya mereka menekankan pentingnya sopan santun, seperti tercermin dalam istilah "Ampadea," yang berarti bertindak sopan.

Anak-anak diharapkan untuk tidak berbicara saat orang tua sedang berbicara.

Di Bombana, desa adat Hukaea Laea di Kecamatan Lantari Jaya adalah salah satu tempat menarik untuk dikunjungi.

Penduduk desa ini masih memelihara adat istiadat tradisional mereka, termasuk sistem kekerabatan unik di mana wanita hanya boleh menikah dengan pria dari desa yang sama, sementara pria memiliki kebebasan untuk menikahi wanita dari dalam atau luar desa.

Kontribusi dan Tantangan

Sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia, suku Moronene menghadapi tantangan dalam mempertahankan tradisi mereka di tengah modernisasi dan perubahan sosial.

Mereka terus berupaya melestarikan warisan budaya mereka sambil beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Suku Moronene merupakan salah satu suku besar di Sulawesi Tenggara dengan sejarah dan tradisi yang mendalam.

Kategori :