PAGARALAMPOS.COM - Di pedalaman Papua yang terpencil, di antara gunung-gunung yang megah dan lembah-lembah yang hijau, terdapat suku Dani yang memiliki tradisi yang sangat unik dalam memperlakukan jasad para panglima perang mereka.
Mereka tidak mengubur jasad para panglima perang ini, melainkan menjadikannya mumi yang ditempatkan dengan hormat di dalam rumah suku.
Makna di balik tradisi ini begitu dalam dan sarat akan budaya serta kepercayaan suku Dani.
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang mengapa suku Dani memilih untuk menjadikan jasad panglima perang mereka sebagai mumi, serta arti dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Setelah proses ini selesai, jasad kepala adat tersebut dipindahkan ke dalam Honai, rumah tradisional suku Dani.
Biasanya, mumifikasi ini hanya dilakukan pada orang-orang yang memiliki kedudukan penting dalam masyarakat, seperti kepala suku, panglima perang, atau individu yang berjasa.
Tradisi mumifikasi suku Dani di Papua telah berlangsung selama berabad-abad.
Yang membuat mumifikasi Suku Dani unik adalah mumi mereka memiliki ciri khas berupa warna hitam pekat, posisi tubuh duduk dengan kepala yang menengok ke atas, dan mulut yang terbuka lebar.
BACA JUGA:Gak Masuk Akal Sih, Tapi Tradisi Begituan Dengan Ibu Kandung Masih Berlangsung di Suku Polahi
Usia mumi dapat dilihat dari kalung yang melingkar di sekitar leher mumi. Setiap lima tahun sekali, mereka mengadakan upacara penghormatan dengan mengalungkan satu kalung baru pada leher mumi.
Di Wamena, terdapat total tujuh mumi yang tersebar di berbagai distrik.
Tidak hanya sebagai penghormatan, mumi-mumi ini juga berfungsi sebagai peninggalan sejarah yang mencapai usia 200 hingga 300 tahun.
Mumi-mumi tersebut tersebar di Distrik Kurulu, Distrik Assologaima, dan Distrik Kurima.
BACA JUGA:Pejuang yang Tak Pernah Pulang, Pahlawan yang Jasadnya Tetap Hilang