Pada tahun 2020, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, bahkan melakukan kunjungan kerja ke Sumba untuk mendengarkan pendapat tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, penyerta, pendamping, dan pemerintah daerah terkait praktik kawin tangkap.
Hasilnya adalah persetujuan terhadap istilah "kawin tangkap" dan upaya mengutamakan perlindungan terhadap perempuan korban serta mengembalikan mereka ke keluarga mereka.
BACA JUGA:Kerajaan Galuh: Sejarah Mendalam dan Warisan Budaya yang Tak Ternilai
Tradisi kawin tangkap di Sumba, Nusa Tenggara Timur, merupakan warisan budaya yang dilakukan secara turun-temurun.
Meskipun memiliki akar sejarah di dalamnya, praktik ini telah menimbulkan kontroversi karena dianggap sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Komnas Perempuan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi perempuan dari praktik yang merugikan ini.
Hasilnya, beberapa tokoh adat dan agama di Sumba telah menolak istilah "kawin tangkap" dan mendorong perlindungan terhadap perempuan yang menjadi korban praktik ini.