PAGARALAMPOS.COM - Suku yang berasal dari hutan Gorontalo, Sulawesi ini merupakan salah satu suku di Indonesia yang cukup unik bahkan memiliki sisi yang aneh, karena mereka merupakan penduduk terasing yang tinggal di hutan pedalaman.
Suku Polahi diyakini merupakan eks pengungsi yang lolos dari penjajahan Belanda dan menjadikan hutan sebagai rumah mereka hingga saat ini.
Menurut cerita yang ada, Suku Polahi merupakan sekelompok masyarakat Gorontalo yang mengungsi ke hutan pada abad ke-17 untuk menghindari penjajahan dan membayar pajak kepada penjajah Belanda.
Suku ini masih hidup hingga saat ini di hutan pedalaman wilayah Boliyohuto, Paguyaman dan Suwawa provinsi Gorontalo.
Dalam Kamus Bahasa Gorontalo, kata Polahi berasal dari kata Lahi-lahi yang berarti orang yang melarikan diri atau menjadi pengungsi. Hal ini menggambarkan keadaan suku Polahi saat itu, mereka melarikan diri dari jalur dan tinggal di hutan-hutan, khususnya di lereng gunung Boliyohuto di desa Tamaila Utara, kecamatan Tolangohula, Bupati Gorontalo.
Menurut catatan sejarah yang ada, suku Polahi sebenarnya adalah warga Gorontalo yang melarikan diri ke hutan karena pemimpin mereka di masa penjajahan Belanda tidak mau ditindas oleh penjajah.
Oleh karena itu, orang Gorontalo menyebut mereka Polahi, yang secara harfiah berarti "pelarian".
BACA JUGA:Apa Saja Film-Film Adaptasi dari Karya Sang ‘Bapak Horor’ Dunia, Ini Salahsatunya Gasken Bro. (144)
Keadaan tersebut mempengaruhi kondisi suku Polahi dengan kehidupan di dalam hutan.
Meskipun Indonesia telah merdeka, sebagian keturunan Polahi masih memilih tinggal di hutan.
Sikap anti penjajah tersebut turun-temurun dan menyebabkan orang Polahi menganggap orang dari luar suku mereka sebagai penindas dan penjajah.
Namun, yang membuat suku Polahi semakin unik adalah keberlangsungan tradisi perkawinan sedarah dalam budaya mereka.
BACA JUGA:Jorge Martin Jadi yang tercepat di GP San Marino!
Berbeda dengan sistem perkawinan umum di mana dua individu dari keluarga yang berbeda menikah tanpa ikatan darah, suku Polahi memiliki budaya sistem kawin sedarah atau sistem perkawinan inses.