BACA JUGA:Tak Sekedar Cagar Budaya. Gunung Padang Miliki Sejuta Misteri yang Belum Tergali. Cek Faktanya
Semuanya berjalan secara natural, tidak ada monster-monster, tidak ada yang bertindak sok pahlawan.
Tapi semuanya menghadapi ketakutan dan depresi masing-masing selama menjalani hari-hari dingin di tengah-tengah lembah salju.
Beberapa korban yang selamat dari jatuh-nya pesawat akhirnya meninggal karena luka-luka yang cukup parah.
BACA JUGA:Ini Bukti Jika Entis Tionghoa Pengaruhi Budaya Suku di Sumsel, di Palembang Ada Jejak Peninggalannya
Tak sedikit pula yang meninggal karena kedinginan dan kelaparan karena kehabisan bahan makanan.
Dari hari ke hari, hubungan antar survivor ini berkembang dengan cara yang mengharukan.
Pada akhirnya, mereka harus bekerjasama melawan ego mereka sendiri demi bertahan hidup.
BACA JUGA:Budaya dan Keindahan Alam Suku Batak: Magnet Wisata yang Tidak Boleh Dilewatkan
Bahkan situasi makin mengerikan saat mereka harus melihat banyak kematian di depan mata mereka sendiri –kematian dari teman-teman mereka yang sekarat dan mati perlahan-lahan karena tidak mendapatkan perawatan medis memadai.
Hingga akhirnya para korban selamat yang tersisa memutuskan untuk memakan daging mayat kawannya yang telah meninggal hanya untuk bertahan hidup.
BACA JUGA:Akulturasi kebudayaan China di Palembang, Apakah Ini Awal Keturunan China Banyak di Sumsel?
Kini mereka yang selamat harus mencari alat pemancar sinyal atau radio untuk meminta bantuan.
Namun yang jadi masalah, radio tersebut terletak di belahan pesawat jatuh entah dimana.
Sepuluh minggu kemudian, hanya enambelas dari empatpuluh lima orang penumpang yang ditemukan dalam keadaan hidup.*