PAGARALAMPOS.COM - Gunung Padang, sebuah situs megalitikum yang terletak di Indonesia, telah menarik perhatian para peneliti dan arkeolog dengan fakta-faktanya yang menakjubkan.
Salah satu fakta menarik tentang situs ini adalah susunan kolom balok batunya yang sangat unik. Namun, terungkaplah sebuah fakta baru yang mengejutkan: ribuan balok batu tersebut bukanlah hasil karya manusia, melainkan terbentuk secara alami melalui proses geologis.
Para pakar dan ahli geologi menyimpulkan bahwa balok batu tersebut terbentuk saat aliran magma membeku dan membentuk retakan-retakan poligonal saat lumpur mengering.
Fenomena ini mirip dengan situs purba yang terdapat di Irlandia, yang dikenal dengan nama Giant Causeway. Balok batu berbentuk segi enam di Gunung Padang terbentuk melalui proses pendinginan lava menjadi batuan beku, khususnya batu andesit.
BACA JUGA:Benarkah Gunung Padang Merupakan Atlantis yang Hilang? Yuk Simak Faktanya Disini
Gunung Padang sendiri diperkirakan terbentuk sekitar 21 juta tahun yang lalu sebagai hasil dari pembekuan magma gunung api purba pada era Pleistosen Awal.
Para pakar juga menyimpulkan bahwa gunung ini merupakan sumber alamiah dari kolom batu penyusun situs, bukan hasil dari reruntuhan situs.
Batu-batu serupa dengan yang ditemukan di situs Gunung Padang dapat ditemukan dengan mudah di sekitar kaki gunung tersebut.
Profesor Dr. Adjat Sudrajat, seorang ahli geologi dari Universitas Padjajaran, menjelaskan bahwa batuan yang ditemukan di Gunung Padang adalah batuan asli dari gunung tersebut.
Letusan gunung api di Indonesia menghasilkan batuan andesit, sedangkan di tempat lain seperti Hawaii menghasilkan lava cair.
Hal ini menjadikan Gunung Padang sebagai tempat yang menarik minat para peneliti dan arkeolog dunia, yang tertarik dengan misteri dan rahasia yang masih tersembunyi di dalamnya.
Situs Gunung Padang memiliki luas sekitar 900 meter persegi dan terdiri dari kompleks batuan vulkanik alami yang disebut punden berundak.
Keunikan situs ini membuatnya menjadi situs megalitikum terbesar di Asia Tenggara bahkan dunia. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa situs ini memiliki usia mencapai 25.000 tahun SM, menjadikannya salah satu peninggalan peradaban manusia tertua di Bumi.