Hal itu juga berlaku untuk kapal pinisi. Para pelaut Nusantara pada zaman dulu memasang pasak dengan kuat agar mampu menempelkan setiap bagian kapal.
Susunan bagian dinding adalah dari lapisan-lapisan papan kayu jati terbaik. Ada juga semacam cadik atau dayung dari dua bilah yang berada pada belakang dek kapal.
Pada setiap kapal Jung ada beberapa jenis layar besar, lengkap dengan sebuah busur berukuran besar yang berfungsi untuk pengendali angin.
BACA JUGA:4 Merek Ban Motor Penguasa Jalanan Indonesia, Ingin Tahu?
Menjadi Andalan Kerajaan Majapahit dan Sekaligus Simbol Kekuatan Maritim
Pierre Yves Manguin seorang arkeolog yang juga rekan sejarawan Denys Lombard pernah memberikan deskripsi tentang kapal Jung.
Dngan perwujudan sebagai kapal raksasa yang berasal dari galangan kapal tidak jauh dari kawasan hutan jati Cirebon, Jepara, dan Tuban.
Selain menjadi kendaraan militer Majapahit, kapal ini juga merupakan kapal utama untuk perdagangan antar penduduk Asia Tenggara.
BACA JUGA:Mau Touring, Pakai Ban Nomor 3?
Sekilas sejarah tersebut tidak lepas dari kekuasaan kerajaan Majapahit pada masa kejayaan yang tercatat pada Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV.
Wilayah kekuasaan Majapahit adalah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua, semenanjung Malaya, Aibku, Papua, Singapura, dan Filipina.
Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Banyak Sumber Sejarah Dunia yang Menceritakan Kapal Jung
BACA JUGA:4 Merek Ban Motor Penguasa Jalanan Indonesia, Ingin Tahu?
Pada Hikayat Raja-raja Pasai menyebut bahwa Kerajaan Majapahit menggunakan kapal maritim Jung sebagai salah satu simbol kekuatan. Apalagi jumlahnya mencapai empat ratus kapal.
Seorang sejarawan Portugis Gaspar Correia pada abad 16 pernah membuat catatan perjumpaan antara Alfonso de Albuquerque dengan kapal-kapal Majapahit dengan lokasi sekitar Selat Malaka.