Raja pun menepati janjinya. Yakni menikahkan Senambun Tue dengan putrinya. Akhirnya kedua insan beda negeri ini menikah.
BACA JUGA:Penyebaran Ajaran Islam di Pagar Alam Lewat 'Tadut', Perintah Sholat Dalam Syair Asli Suku Besemah
Kisah kedua insan ini pun mendapat perhatian salahseorang pemuka adat kerajaan setempat yang berjuluk Mpu Temenggung Raksa.
Tokoh yang satu ini menulis kisah Senambun Tue dan Putri Raja Bawah Angin itu kedalam sebuah sajak di kayu kaghas. Bunyinya kurang lebih sebagai berikut, “Kaganga tadana, pabama cajanya, sarala yawaha, mbangga ndanja agha, ngkanta mpanca,”.
Artinya,“ Dari negeri kute betare, diantare bumi dengan langit, diantare kelam dengan nyate, diatas angin dibawah angin, disanelah beliau bemule,” Agar tetap lestari Raja Bawah Angin mewajibkan semua rakyat untuk menghafa sajak-sajak itu denga baik dan benar. Maksudnya agar semua keturunan tidak melupakan kisah itu. Yang menarik, sajak-sajak itu dibuatkan tanda baca khusus. Menurut Lembaga Adat Besemah Kota Pagaralam, sajak-sajak inilah yang menjadi cikal bakal aksara huruf ulu.*