BACA JUGA:Keren! Ini Ciri Khas Suku Minahasa
Yang meladeni utusan laki-laki ini adalah utusan dari perempuan.
Kata Satar, utusan dari perempuan bertindak sebagai juru bicara. Umumnya jubir ini diambil dari keluarga dekat pihak perempuan.
“Tapi, sebelum masuk ke tujuan, utusan laki-laki itu biasanya bercengkrama lebih dahulu dengan keluarga perempuan. Biasa. Agar suasana lebih terasa akrab,”imbuh Satar.
Usai mendengarkan maksud dan tujuan utusan dari pihak laki-laki, maka Jubir pihak perempuan kemudian bertanya kepada orangtua mempelai wanita.
BACA JUGA:Budaya Menjaga Batasan 'Singkuh-Sundi', Cara Suku Besemah Menghindari Perzinahan
Kalau orangtua setuju, maka lamaran artinya sudah diterima. Dengan demikian, tuntas sudahlah tugas utusan dari pihak laki-laki.
Sebelum pamit pulang, utusan laki-laki itu menyerahkan kampek yang berisi aneka makanan itu kepada orangtua calon mempelai wanita. Utusan laki-laki itu lalu pulang.
Mereka melaporkan kepada pihak laki-laki, bahwa lamaran sudah diterima.
Bagaimana cirinya bila lamaran tidak diterima? Kata Satar cirinya mudah diketahui. Ini terang dia, bisa dilihat dari respon pihak perempuan.
BACA JUGA:Penyebaran Ajaran Islam di Pagar Alam Lewat 'Tadut', Perintah Sholat Dalam Syair Asli Suku Besemah
“Biasanya pihak perempuan langsung menjawab terus terang. Bahwa, lamaran ditolak,”jawab Satar.
Masih Ada
Apakah ngulangi rasan dan nueghi rasan ini di zaman sekarang masih ada? Ternyata masih ada. Rendi (34), salahseorang warga Pagaralam menyatakan, ngulangi rasan dan nueghi rasan masih ada dan dijalankan. Tapi, diakuinya bentuknya sudah berbeda dengan yang dulu.
“Tidak lagi membawa lemang,”ujar Rendi kemarin.
Diakuinya, ngulangi rasan dan nueghi rasan merupakan tanda bahwa hubungan bujang dan gadis sudah masuk ke dalam tahap yang serius. Pasangan ini sudah akan mau menikah.