“Sebenarnya gitar kepudang itu aslinya terbuat dari kulit kayu. Tapi, untuk belajar, tidak apa-apa dari kain,”ucap Mady seraya mengunting kain songket yang dibeli Arki di pasar 16, Palembang itu.
Dua helai kain berbentuk bujur sangkar itu masing-masing dilipat.
Mady melipat kain yang satunya menjadi bentuk segitiga. Adapun Arki mengikuti bentukan itu di helai kain satunya lagi.
Langkah selanjutnya adalah membuat lipatan. Menurut Mady, lipatan Mady Lani tak boleh sembarangan. “Kalau untuk orang umum, lipatan 3 saja,”ujarnya.
BACA JUGA:Bingkai Budaya, Mengenal Kekayaan 14 Sastra Besemah Lama Warisan Leluhur
Selain dilipat 3, gitar kepudang bisa dilipat menjadi 5, 7 dan 9. Semuanya bilangan ganjil.
Dijelaskan Mady, gitar kepudang dengan lipatan berjumlah 3 sifatnya netral, artinya bisa digunakan siapa saja.
Lipatan 5, biasa digunakan oleh pejabat menengah seperti lurah. Adapun lipatan 7 digunakan untuk pejabat tinggi seperti walikota.
Adapun gitar kepudang dengan jumlah lipatan 9 untuk orang-orang yang sudah sangat dekat Tuhan. Ilmu agamanya sudah tinggi.
BACA JUGA:Sastra Tutur: Guritan Besemah yang Sebenarnya
“Sekelas sufi,”tutur Mady, tentang peruntukan gitar kepudang dengan lipatan berjumlah 9.
Kasta kehidupan? Mady cepat-cepat menjelaskan, bahwa itu merupakan filosofi penggunaan gitar kepudang. Bukan kasta, alias perbedaan golongan masyarakat seperti dalam tradisi hindu.
Tak beberapa lama, gitar kepudang karya Mady kelar. Untuk memperkokoh bentuk, dia menjahit beberapa sisi dengan benang. Setelah itu dia memakainya di kepala.
“Gitar kepudang itu diikat di bagian belakang, bukan di depan,”ucapnya.
BACA JUGA:Sudah Jarang Terdengar, Sastra Lisan Besemah Banyak yang Telah Punah