PAGARALAMPOS.COM – Dari dua serial garapan Mike Flanagan sebelumnya, Hill House, Bly Manor, hingga Midnight Mass konsisten menunjukkan walaupun hantu yang ditampilkan memang mengerikan, aksi manusia jauh lebih seram.
Aspek itu jugalah membuat serial garapan Netflix ini tidak tampak murahan.
Bisa dibilang, ketiga karya Flanagan itu adalah impian ideal dari serial horor American Horror Story (AHS) karya Ryan Murphy.
AHS memang membawa keragaman narasi horor, seperti kiamat, rumah berhantu, bahkan penyihir dalam setiap musimnya.
BACA JUGA:Perspektif Pembangunan Sentra Budaya dan Seni Pagaralam
Namun, cara menampilkan narasinya tampak komikal, sampai tidak seram sama sekali, karena horornya hanya untuk sekadar menakuti tanpa menggali aspek lain dalam cerita.
Sedangkan Midnight Mass bersama 'saudara-saudaranya', menyentuh sisi emosional dari karakternya, sehingga berhasil membuat penonton takut sekaligus merasa sedih di setiap episode terakhir.
Ini menjadi semacam poin yang membuat serial garapan Flanagan selalu lebih unggul.
Mukjizat Palsu dan Mimpi Buruk Fanatisme Agama:
BACA JUGA:Akulturasi Budaya Islam dan Besemah: Saling Melengkapi, Saling Mewarnai
Midnight Mass tidak takut menampilkan fanatisme agama yang ekstrem.
Satu episode-nya mencerminkan peristiwa nyata tentang sektenya Jim Jones, pemimpin gereja Peoples Temple pada tahun 1955-1978.
Jones adalah tokoh agama terkenal yang menggaet umat di seluruh penjuru AS dengan pesan keadilan, kesetaraan di tengah isu rasisme.
Namun, yang membuat semakin banyak mengikutinya karena Jones menunjukkan sebuah keajaiban.
BACA JUGA:Bingkai Budaya, Mengenal Kekayaan 14 Sastra Besemah Lama Warisan Leluhur