PAGAR ALAM, PAGARALAMPOS.COM – Kisah memilukan juga disampaikan Zulhadi, yang juga bertindak sebagai penanggungjawab Mahasiswa asal Pagaralam di Sudan ini. Dalam kurun waktu 8 – 9 hari terjadinya konflik Sudan, dirinya bersama rekan-rekan Mahasiswa asal Pagaralam lainnya, harus berusaha bertahan sekuat tenaga, agar bisa keluar dari zona konflik tersebut.
“Mortir setiap hari, menghujani memang benar adanya, tetapi ada beberapa waktu juga tembakan tidak terdengar. Contoh, ketika ada gencetan senjata sedikit lebih reda dari biasanya,” ujar Zulhadi.
Mengenai Mahasiswa asal Pagaralam terjebak di konflik Sudan, sebut Zulhadi, hanya berjumlah 6 orang saja, yakni Muhammad Zulhadi Amiruzzaman, Muhammad Umar Zaky, Ade Apriansyah, Nadiyah Ramadhani, Nila Angelina dan Ade Hanifah.
Zulhadi lantas mencerita, bagaimana sebenarnya konddisi dirinya dan rekan-rekan pada saat konflik di Sudan pecah.
BACA JUGA:9 Hari Terjebak Perang Sudan Hingga Dihujani Mortir, Begini Nasib Pemuda Asal Pagar Alam Saat Ini?
“Kondisi kami ketika konflik terjadi, memang benar di saat itu, kelangkaan logistik terjadi di Khartoum, seperti makanan pokok, air, serta listrik,” ucap Zulhadi.
Bahkan, sebut Zulhadi, sempat ada 4 hari berturut-turut, dirinya dan rekan-rekan tidak mendapatkan pasokan aliran listrik, dikarenakan fasilitas tenaga listrik itu rusak. Akibat dari konflik bersenjata yang terjadi.
“Kami sempat 4 hari berturut-turut tidak mendapatkan aliran listrik, dikarenakan fasilitas tenaga listrik itu rusak, akibat dari konflik bersenjata yang terjadi. Air yang bergantung dengan mesin juga ikutan mati,” imbuhnya.
Pada saat hari evakuasi, sambung Zulhadi, sebagian provider internet sempat dimatikan, sehingga membuatnya susah untuk berkoordinasi antar sesama WNI.
BACA JUGA:Ini 7 Nama Mahasiswa Asal Pagar Alam yang Terjebak di Perang Sudan, Ada Perempuanya?
“Namun, alhamdulillah berkat bantuan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Khartoum, serta para relawan yang sigap mengatasi situasi, kami tidak kekurangan logistik, air dan bisa dievakuasi sampai Indonesia dengan selamat,” tutupnya.
Pihak-pihak yang bertikai mengumumkan gencatan senjata Senin meskipun ada laporan kekerasan dan penembakan sporadis.
Sedikitnya 460 orang tewas dan lebih dari 4.000 terluka dalam bentrokan antara tentara dan pasukan RSF sejak 15 April, menurut Kementerian Kesehatan.
Ketidaksepakatan telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir antara tentara dan paramiliter mengenai reformasi keamanan militer.
Reformasi membayangkan partisipasi penuh RSF dalam militer - salah satu isu utama dalam negosiasi dengan pihak internasional dan regional untuk transisi ke sipil, pemerintahan demokratis.