Kenaikan Biaya Haji 2023 Dinilai Rasional, Hindari Skema Ponzi

Jumat 17-02-2023,11:12 WIB
Reporter : kemenag.go.id
Editor : dwi

JAKARTA, PAGARALAMPOS.COM - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) sebesar Rp 69.193.733, 60. Angka ini disebut sebagai respons prinsip keadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji dihubungkan dengan aneka perubahan fiskal tingkat nasional maupun global.

Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1444 H/2023 telah disepakati rata-rata sebesar Rp90.050.637,26. Ada dua komponen didalamnya, yaitu: Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) Rp49.812.700,26,- (55,3%), dan dana nilai manfaat pengelolaan keuangan haji dari BPKH sebesar Rp40.237.937,00 (44.7%). Sehingga, total biaya yang bersumber dari nilai manfaat mencapai Rp8.090.360.327.213,67. 

Hal ini berbeda dengan usulan Kemenag dimana rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp 98.893.909,  dengan komposisi Bipih Rp 69.193.733 (70 %) dan nilai manfaat sebesar Rp 29.700.175 (30 %).

Pengamat perhajian Indonesia yang juga  Ketua Komnas Haji dan Umrah/Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Mustolih Siradj menilai ada yang perlu diwaspadai pada BPIH tahun ini.

BACA JUGA:Waspada Bahan Kosmetik ini Justru Berbahaya untuk Kulitmu

Keputusan dalam raker yang berlangsung di gedung DPR itu dinilai memang sedang berpihak kepada 203 ribu jemaah haji regular yang berangkat pada tahun ini.

Sebab, dapat menekan biaya sedemikian rupa sehingga pelunasan jemaah lebih kecil dari usulan Kemenag. Bahkan, ada keputusan politik bahwa sekitar 84 ribu jemaah haji lunas tunda tahun 2020 dibebaskan dari biaya pelunasan. Sementara jemaah lunas tunda tahun 1444 H/2022 M membayar Rp 9,4 juta, dan jemaah tahun 2023 membayar Rp23, 5juta.

"Jika dicermati lebih seksama, keputusan di DPR tadi malam sesungguhnya merupakan keputusan yang berorientasi jangka pendek semata dan bercampur muatan politis, maklum di tahun politik seperti sekarang dimana pemilu akan digelar tahun depan tentu DPR tidak ingin popularitasnya anjlok dan kehilangan pamor di masyarakat," terang Mustolih dalam siaran persnya, Kamis (16/2/2023).

"Sehingga yang dikorbankan adalah kepentingan dari 5,2 juta jemaah haji tunggu yang masa antrinya bisa mencapai 60 tahun mendatang baru berangkat," sambungnya.

BACA JUGA:Gedor Rumah Daus Mini Sambil Menangis Mohon Ketemu Anak, Shelvie Hana Dicueki

Menurut Mustolih, nilai manfaat yang seharusnya menjadi hak mereka diambil lebih dahulu untuk menambal/mensubsidi biaya jemaah haji pada tahun ini. Sehingga, seolah-olah biayanya murah dengan bantuan subsidi biaya berkisar Rp. 40.237.937 juta /per orang. 

Jika dibandingkan dengan jemaah haji tunggu yang jumlahnya 5,2 juta, lanjut Mustolih, mereka hanya diberikan imbal hasil rata-rata Rp2 triliun (20 %) yang disalurkan melalui virtual account (VA). Jika dibreakdown, nilainya Rp350 ribu per jemaah per tahun.

"Kemenag dan BPKH tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengikuti kemauan DPR, karena DPR punya senjata pamungkas yakni Pasal 47 ayat 1 UU Nomor 8/2019 dimana BPIH harus mendapat persetujuan DPR," tegasnya.

Mustolih menilai, subsidi semacam ini sejatinya tidak memiliki landasan hukum. Sebab, jika merujuk pada UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (PKH) pengelolaan dana haji oleh BPKH harus menggunakan sistem syariah, yakni menggunakan akad wakalah.

BACA JUGA:Polda Sumsel Amankan 2 Bandar Narkoba di Muba, Temukan 3 Kg Sabu

Kategori :