Lebih lanjut Menko Perekonomian mengungkapkan, secara spasial seluruh wilayah di Indonesia terus mengalami penguatan.
Pulau Jawa sebagai kontributor perekonomian nasional mampu tumbuh tinggi 56,48 persen (yoy) diikuti oleh Pulau Sumatera 22,04 persen (yoy) dan Kalimantan 9,23 persen (yoy).
Lebih lanjut, Pulau Sulawesi 7,03 persen (yoy) serta Maluku dan Papua juga tumbuh 2,50 persen (yoy) beriringan dengan tingginya ekspor yang terjadi terutama akibat tingginya permintaan produk-produk komoditas unggulan di luar negeri.
“Beberapa leading indicators menunjukkan prospek cerah yang akan menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah perlambatan kinerja ekonomi global. Permintaan domestik tetap menjadi penopang utama ekonomi nasional pada tahun 2023, tercermin dari IKK [indeks keyakinan konsumen] yang masih tinggi menggambarkan optimisme ekonomi Indonesia ke depan yang masih bisa lebih kuat lagi,” ujar Airlangga.
BACA JUGA:Aturan Erick Thohir: Belanja BUMN di Bawah Rp14 Miliar Harus Mengutamakan UMKM
Indikator sektor eksternal Indonesia juga menunjukkan kondisi yang relatif baik dan terkendali, tercermin dari surplus transaksi berjalan, cadangan devisa yang terus meningkat, ekspor impor yang masih positif meski melambat, yield obligasi pemerintah yang melandai
nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menguat, dan rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB dalam level aman.
“Pemerintah akan terus waspada dan antisipatif dengan kondisi pelambatan ekonomi global yang akan menurunkan tingkat permintaan. Dengan demikian, penguatan core ekonomi dalam negeri melalui konsumsi dan investasi akan menjadi faktor utama untuk meningkatkan resiliensi ekonomi Indonesia di tahun 2023, karena kinerja ekspor yang sebelumnya tumbuh tinggi diperkirakan akan melambat,” tandasnya.*