Ada dua orang yang sahamnya sama dengan Gebroeders. Tapi ada satu orang lagi yang paling besar: 400 lembar saham. Orang Amsterdam. Namanya: Engelbertus van Essen. Ia seorang pialang saham di Belanda dan Eropa.
Dari 10 pemegang saham itu ada satu yang harus diingat: Christopher Lau. Sahamnya 150 lembar. Tapi orang inilah yang menjadi inisiator pendirian pabrik Semen Padang.
Lau seorang insinyur. Tinggalnya di Padang. Lau-lah yang menemukan bahan baku untuk pabrik semen di Indarung, dekat Padang itu.
Insinyur itu lantas menggalang dana di Amsterdam. Ia mencari investor yang berminat. Ia perlu modal besar untuk membangun pabrik semen.
Rupanya Belanda menaruh perhatian besar pada kekayaan alam Sumatera Tengah. Terutama sejak ditemukannya batu bara di Ombilin, Sawahlunto. Tahun 1880. Itulah tambang batu bara pertama di Indonesia.
Dari 10 orang pemegang saham Semen Padang itu terkumpul modal 1.350.000 gulden. Cukup. Mesin-mesin didatangkan dari Jerman dan Denmark. Berdirilah perusahaan semen itu: NV NI PCM (Nederlandsch Indische Portland Cement Mastchappij).
Ratu Belanda mengesahkan akta itu tahun 1910. Pabriknya sendiri mulai berproduksi tahun 1911, saat belum bisa beroperasi penuh. Menurut catatan sejarah, selamat di tahun. 1911 itu sudah mampu berproduksi: 25.000 vaten per bulan. Rupanya di zaman itu semen ditaruh di dalam drum. Agar tidak kena air atau embun. Yakni drum berukuran 170 kg.
Melihat sulitnya medan Indarung zaman itu, dan sulitnya angkutan internasional, maka waktu 2 tahun pembangunan pabrik semen tersebut sangat cepat.
Maka proyek-proyek seperti Monas Jakarta, Jembatan Ampera Palembang, dan Sarinah, semennya dari Padang. Masih kokoh sampai sekarang. Mungkin karena tidak ada yang menendang Monas.
Tahun 1950-an barulah dibangun pabrik semen kedua di Indonesia: Semen Gresik. Lalu Tonasa. Lalu swasta pertama: Tiga Roda, Cibinong, Bosowa. Lalu pabrik semen asing: Tiongkok. Kecil-kecil tapi banyak.
Mutu semen itu, kata para kontraktor, hampir sama. Dari pabrik yang mana pun dan merek apa pun. Perbedaan kualitas lebih ditentukan pada tukang di lapangan saat menggunakannya.
Orang Padang tentu sangat bangga dengan sejarah panjang itu. Makanya Jasmin langsung telepon saya ketika nama Semen Padang dianggap terjelek. Ia tahu, yang bicara bupati Kediri, Jatim. Tapi saya juga orang Jatim: harus ikut bertanggung jawab. (*)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 25 Oktober 2022: Dari Li ke Li
Amat Kasela
Satu istri sudah bikin pusing, 7 keliling. Apalagi 7 istri. Berapa kali 7 tuh