PAGARALAMPOS.COM - Laela Rahma (45), oknum bidan berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi 'bandar narkoba' jenis sabu, hanya divonis hukuman 1 tahun penjara dan dipotong masa tahanan, oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Baturaja.
Vonis maksimal 1 tahun penjara, itu sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu (Kejari OKU) yang menerapkan pasal 131 UU Narkotika.
Dimana pasal tersebut berbunyi, mengetahui penyalahgunaan narkoba namun tidak melapor. Ancaman hukumannya maksimal 1 tahun penjara.
Dan JPU sendiri, rupanya membawa tuntutan hukuman ini ke meja persidangan sesuai dengan limpahan berkas dari pihak kepolisian setempat yang menangani kasus tersebut.
Padahal, diketahui sebelumnya, bahwa bidan desa itu ditangkap oleh polisi di rumah dinasnya, di dusun 2 Desa Nyiur Sayak Kecamatan Semidang Aji, karena diduga menguasai dan menyimpan narkotika jenis sabu, pada 2 Desember 2021 lalu.
Dari tangan Laela Rahma, polisi kala itu berhasil mengamankan barang bukti (BB) berupa 10 kantong plastik klip bening berisikan butiran diduga sabu dengan berat bruto 3,45 gram yang disimpan Laela di dalam tas coklat.
Dalam rilis resminya kepada wartawan sehari usai penangkapan tersebut, status sang bidan ditegaskan polisi sebagai bandar narkoba.
Tidak hanya itu, menurut pengakuan pelaku saat diwawancarai awak media, mengatakan bahwa dia juga memakai barang haram tersebut untuk pengobatan dirinya. Maka oleh polisi, Laela dijerat dengan pasal 112 juncto pasal 114 UU Narkotika, dengan ancaman hukuman paling sedikit 4 tahun penjara.
Namun faktanya, saat pelimpahan berkas ke Kejaksaan, banyak hal yang berubah. Seperti status tersangka, kemudian BB-nya. Termasuk hasil tes urine negatif padahal Laela sendiri mengakui memakai. Yang kemudian berujung pada ringannya hukuman yang diterima Laela Rahma, seperti vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim.
Wartawan sempat menanyakan langsung seperti apa berkas yang dilimpahkan dari penyidik Polres OKU ke Kejaksaan kemarin, Rabu (6/7/22).
Menurut keterangan Armein, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari OKU, bahwa saat menerima berkas limpahan dari Polres OKU posisi BB sabu hanya 0,6 gram lebih. "Nah di dalam berkas ada penjelasan bahwa barang bukti memang 3,45 gram kotor. Saat itu pihak kepolisian menimbang barang bukti di Pegadaian 10 bungkus masing-masing berisi sabu. Lalu saat barang bukti dijadikan satu tanpa menggunakan plastik beratnya, berubah menjadi 0,7 gram lebih," katanya.
Kemudian lanjut dia, sabu tersebut dilakukan proses pemeriksaan laboratorium. Sehingga berat bersih BB-nya hanya menjadi 0,6 gram lebih bersih. "Kita sifatnya menerima berkas dari Polisi, lalu kita teliti. Jika kurang kita minta lengkapi, sehingga kita bisa menentukan pasal apa yang pas untuk pelaku," kata Armain.
Saat ditanya, mengapa JPU lantas menerapkan pasal 131-nya, sedangkan ada pasal induknya seperti 114 dan 112 tentang kepemilikan narkoba? Armein menjelaskan, dalam berkas perkara dari polisi, saat dilakukan penangkapan, pelaku memang tidak menyimpan di tubuhnya sabu tersebut.
"Polisi menemukan sabu tersebut diatas lemari dalam rumah milik suaminya Saiful. Kemudian saat ditanya rumah tempat tinggal tersebut milik siapa serta barang bukti tersebut milik siapa, pelaku menjawab semua milik suaminya. Itulah yang tidak bisa kita terapkan karena memang barang bukti saat itu tidak dalam penguasaan pelaku," kata Armein.
Tapi, melihat hal-hal tersebut, JPU menurut dia, tidak ingin melepaskan tersangka begitu saja dari jerat hukum. Pada akhirnya JPU menuntut pelaku dengan pasal yang paling ringan yakni 131 KUHP. Di sisi lain, sampai berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari pihak Kepolisian Resort (Polres) setempat.