Arakan Pompong. Tradisi Nelayan Suku Duano di Pesisir Jambi
Arakan Pompong. Tradisi Nelayan Suku Duano di Pesisir Jambi--Net
Bagi masyarakat suku Duano, pompong bukan hanya sekadar alat transportasi.
Perahu kayu bermotor ini telah menjadi bagian penting dalam kehidupan mereka, terutama sebagai nelayan yang bergantung pada hasil laut.
Ketika melaut, para nelayan sering kali menghabiskan berhari-hari di atas perahu kayu ini, menjadikannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari mereka.
Bedak sejuk, yang terbuat dari campuran tepung beras, air mawar, dan rempah-rempah lokal, juga sehari-hari digunakan, terutama saat mereka beraktivitas di laut atau di beting. Fungsinya adalah untuk melindungi kulit dari sengatan matahari.
Bedak ini tidak hanya mencerminkan nilai-nilai lokal tetapi juga menjadi bagian dari jati diri budaya suku pesisir ini.
Tenggolok, yang terbuat dari kain yang dilipat dan dibentuk secara khusus, berfungsi sebagai penutup kepala yang melambangkan identitas budaya pemakainya.
Biasanya, tenggolok dikenakan saat melaut atau dalam acara adat sebagai simbol penghormatan terhadap warisan dan nenek moyang.
Suku Duano tidak dapat dipisahkan dari laut.
Bahkan, di gerbang masuk pemukiman tertulis duano piakla di dolak yang berarti suku Duano tidak akan hilang di lautan.
Proses berlayar untuk suku Duano bukanlah hanya sekadar profesi.
Lebih dari itu, kegiatan ini mencerminkan hubungan mereka dengan lingkungan sekitar.
Menggunakan pompong, mereka menjelajahi lautan yang terkadang berbahaya, terutama pada musim angin utara ketika ombak tinggi.
Pompong juga melambangkan ketahanan dan inovasi bagi suku Duano.
Mereka memelihara dan mengubah pompong agar lebih kuat dalam menghadapi tantangan lautan.
Tradisi berlayar ini diwariskan dari generasi ke generasi, menjadikan pompong sebagai warisan budaya yang sangat berharga.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
