Pemkot PGA

Perjuangan Tuanku Imam Bonjol dalam Memimpin Perang Padri Melawan Penjajahan Belanda di Sumatera Barat

Perjuangan Tuanku Imam Bonjol dalam Memimpin Perang Padri Melawan Penjajahan Belanda di Sumatera Barat

Perjuangan Tuanku Imam Bonjol dalam Memimpin Perang Padri Melawan Penjajahan Belanda di Sumatera Barat-net: foto-

Namun, kehadiran Belanda yang memanfaatkan perpecahan tersebut justru memperparah keadaan. Awalnya, kaum adat meminta bantuan Belanda untuk melawan kaum Padri.

Akan tetapi, setelah melihat campur tangan asing itu justru memperburuk keadaan, Imam Bonjol menyadari bahwa musuh utama sebenarnya adalah penjajah Belanda yang ingin menguasai wilayah Minangkabau.

Perang Melawan Belanda

Setelah menyadari tipu daya Belanda, Imam Bonjol mengobarkan semangat jihad melawan penjajahan.

BACA JUGA:Kisah Bung Tomo: Dari Suara Perlawanan hingga Menjadi Simbol Keberanian Arek Suroboyo

Ia mengorganisir pasukan Padri dan memperkuat pertahanan di Benteng Bonjol, sebuah benteng kokoh yang menjadi pusat kekuatan kaum Padri.

Perang antara pasukan Imam Bonjol dan tentara Belanda berlangsung sengit selama bertahun-tahun, sejak sekitar tahun 1821 hingga 1837.

Meskipun Belanda memiliki senjata modern dan pasukan besar, semangat juang kaum Padri tidak mudah dipatahkan.

Benteng Bonjol menjadi simbol keteguhan rakyat Sumatera Barat dalam mempertahankan kedaulatan dan harga diri bangsa.

Selama lebih dari 16 tahun, Imam Bonjol memimpin perlawanan dengan strategi yang cerdas.

Ia mengandalkan medan perbukitan, serangan gerilya, dan semangat jihad rakyat. Namun, pada akhirnya, kekuatan Belanda yang terus bertambah membuat posisi kaum Padri semakin terdesak.

BACA JUGA:Lembuswana, Penjaga Legenda Kutai Martadipura: Dari Mitos Sakral hingga Ikon Sejarah Nusantara

Penangkapan dan Pengasingan Imam Bonjol

Pada tahun 1837, Belanda melancarkan serangan besar-besaran terhadap Benteng Bonjol. Setelah pengepungan panjang, Imam Bonjol akhirnya tertangkap melalui tipu muslihat saat diundang untuk berunding secara damai.

Ia kemudian dibawa ke Padang, lalu diasingkan ke Batavia (Jakarta), dan selanjutnya ke Manado serta Minahasa.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait