Menelusuri Sejarah Perjuangan Pattimura: Simbol Semangat Perlawanan dari Maluku!
Menelusuri Sejarah Perjuangan Pattimura: Simbol Semangat Perlawanan dari Maluku!-net: foto-
Mereka menyusun strategi dari kampung ke kampung, mengobarkan semangat rakyat untuk bersatu mempertahankan tanah air.
Puncak perlawanan terjadi pada 16 Mei 1817, ketika pasukan Pattimura menyerang Benteng Duurstede di Saparua. Pertempuran sengit itu berhasil dimenangkan oleh rakyat, dan Belanda mengalami kekalahan besar.
Bahkan Residen Belanda di Saparua, Van den Berg, tewas dalam peristiwa tersebut. Kemenangan ini menjadi simbol kebangkitan rakyat Maluku melawan kolonialisme.
BACA JUGA:Sejarah Gunung Prau: Jejak Alam Purba dan Kisah Legenda di Negeri Atas Awan!
Penyebaran Semangat Perlawanan
Kemenangan di Saparua menggema ke seluruh Maluku.
Desa-desa lain pun bergabung dalam perjuangan. Pattimura memimpin pasukannya dengan disiplin tinggi, menggunakan taktik gerilya di hutan dan pesisir untuk menghindari kekuatan besar Belanda.
Dalam setiap pertempuran, ia menanamkan nilai keberanian dan kesetiaan kepada tanah air.
Namun, Belanda tidak tinggal diam. Mereka mengerahkan pasukan besar dari Ambon dan Batavia untuk menumpas perlawanan rakyat.
Satu per satu benteng pertahanan rakyat berhasil direbut kembali oleh Belanda. Meski demikian, semangat juang Pattimura tidak pernah padam.
Ia terus berjuang hingga akhirnya tertangkap karena dikhianati oleh orang yang berpihak kepada penjajah.
BACA JUGA:Mengunggkap Sejarah Rumah Bumbung: Warisan Arsitektur Tradisional Indonesia!
Akhir Perjuangan dan Pengorbanan
Pada 12 November 1817, Pattimura dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah kolonial. Sebelum dieksekusi di Ambon, ia sempat mengucapkan kata-kata yang membakar semangat rakyat:
“Beta punya jiwa dan semangat tidak akan mati, sebab nanti akan tumbuh Pattimura-Pattimura muda yang akan melanjutkan perjuangan.”
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
