Mengungkap Sejarah Suku Kei: Jejak Leluhur, Budaya, dan Hukum Adat Larvul Ngabal!
Mengungkap Sejarah Suku Kei: Jejak Leluhur, Budaya, dan Hukum Adat Larvul Ngabal!-net: foto-
BACA JUGA:Sejarah Museum Multatuli: Jejak Perlawanan Multatuli terhadap Penindasan Kolonial di Lebak!
Larvul Ngabal memiliki tujuh pasal utama yang menekankan nilai keadilan, menghormati hak orang lain, menjaga kehormatan perempuan, menghargai kehidupan, serta melarang pencurian dan pertumpahan darah.
Hingga kini, Larvul Ngabal masih dihormati dan dijalankan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan berdampingan dengan hukum negara.
Struktur Sosial dan Sistem Kekerabatan
Masyarakat Kei terbagi dalam kelompok marga yang disebut ratschaap atau rahan. Setiap marga dipimpin oleh seorang tetua adat yang disebut raja atau orang kaya.
Sistem kekerabatan mereka bersifat patrilineal, artinya garis keturunan mengikuti jalur ayah.
Dalam kehidupan sosial, mereka menjunjung tinggi semangat gotong royong, yang disebut "ain ni ain", artinya “satu rasa, satu jiwa”.
Nilai ini membuat hubungan antarwarga terasa sangat erat, terutama dalam kegiatan adat seperti pernikahan, pesta panen, hingga upacara kematian.
Pengaruh Agama dan Kolonialisme
BACA JUGA:Sejarah Museum Balla Lompoa: Jejak Kejayaan Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan!
Sebelum kedatangan agama-agama besar, masyarakat Kei menganut kepercayaan animisme, yaitu menyembah roh leluhur dan kekuatan alam.
Pada abad ke-16, Portugis membawa agama Katolik, sementara pedagang Arab memperkenalkan Islam. Selanjutnya, pada masa Belanda, agama Kristen Protestan juga menyebar di wilayah Kei.
Yang menarik, meski banyak masyarakat Kei telah memeluk agama-agama tersebut, mereka tetap mempertahankan adat-istiadat warisan leluhur.
Upacara adat dan ritual tradisional tetap dilakukan, namun disesuaikan dengan ajaran agama, menciptakan harmoni antara tradisi dan kepercayaan modern.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
