Pemkot PGA

Jejak Sejarah Rumah Adat Angkul-Angkul: Dari Tradisi Leluhur hingga Arsitektur Modern Bali!

Jejak Sejarah Rumah Adat Angkul-Angkul: Dari Tradisi Leluhur hingga Arsitektur Modern Bali!

Jejak Sejarah Rumah Adat Angkul-Angkul: Dari Tradisi Leluhur hingga Arsitektur Modern Bali!-net: foto-

BACA JUGA:Srikandi Nusantara: Peran Perempuan yang Terlupakan dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Selain berfungsi sebagai pintu masuk, Angkul-Angkul juga mencerminkan status ekonomi dan sosial pemilik rumah. Semakin besar dan rumit ukirannya, semakin tinggi pula posisi pemilik dalam struktur sosial masyarakat Bali.

Pada masa kerajaan Bali kuno, Angkul-Angkul yang megah hanya dimiliki oleh kalangan bangsawan dan pendeta.

Perkembangan dari Masa ke Masa

Pada awalnya, Angkul-Angkul dibuat sangat sederhana. Hanya terdiri dari tiang kayu dan atap rumbia tanpa hiasan.

Namun seiring berkembangnya seni dan budaya Bali, terutama setelah pengaruh Hindu Majapahit masuk ke Bali pada abad ke-14, bentuk Angkul-Angkul menjadi lebih artistik dan sakral.

BACA JUGA:Sejarah Museum Blanco Renaissance: Warisan Seni Don Antonio Blanco di Ubud, Bali!

Memasuki era kolonial Belanda hingga kemerdekaan Indonesia, Angkul-Angkul tetap dipertahankan sebagai bagian dari tradisi.

Bahkan, pemerintah daerah Bali mendorong pelestarian bentuk arsitektur tradisional ini sebagai bagian dari identitas budaya.

Hingga kini, Angkul-Angkul tidak hanya ditemukan di rumah tradisional, tetapi juga digunakan pada pintu masuk pura, villa, hotel, hingga restoran bernuansa Bali.

Fungsi Sosial dan Spiritual

Angkul-Angkul memiliki tiga fungsi utama: fungsi estetika, sosial, dan spiritual. Dari sisi estetika, keberadaannya memperindah tampilan rumah dan memberi kesan selamat datang bagi tamu.

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Benteng Pendem – Cilacap: Jejak Pertahanan Kolonial di Pesisir Selatan Jawa!

Dari sisi sosial, Angkul-Angkul menjadi simbol keterbukaan tuan rumah terhadap tamu yang datang. Sementara dari sisi spiritual, pintu ini dipercaya sebagai pembatas antara dunia luar dan ruang suci keluarga.

Beberapa Angkul-Angkul juga dilengkapi dengan pintu kayu yang bisa ditutup saat upacara adat berlangsung, sebagai lambang menjaga kesucian pekarangan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: