Menarik Nih Inilah Sebuah Sejarah Candi Bumiayu di Sumatera Selatan!
Menarik Nih Inilah Sebuah Sejarah Candi Bumiayu di Sumatera Selatan!-pagaralam pos-kolase
Dikaitkan dengan Kerajaan Sriwijaya, meskipun Sriwijaya lebih dikenal sebagai pusat kebudayaan Buddhis, Candi Bumiayu menunjukkan bahwa di dalam wilayah pengaruhnya juga ada praktek Hindu (terutama aliran Siwa).
Ada indikasi bahwa setelah abad ke-12/13 terjadi pergeseran aliran ke agama Buddha Tantrik, atau setidaknya adanya pengaruhnya, berdasar temuan prasasti dan artefak seperti patung-Camundi dan motif singa.
BACA JUGA:Sejarah Legenda Roro Jonggrang: Kisah Cinta, Kutukan, dan Asal-Usul Candi Prambanan!
Struktur & Jumlah Candi
Kompleksnya awalnya terdiri dari 11 bangunan candi (situs-situs yang diduga candi) yang tersebar di area seluas sekitar 15 hingga 76 hektar tergantung sumber yang digunakan.
Dari 11, sebanyak 5 candi telah dipugar/rekonstruksi, yaitu candi 1, 2, 3, 7, dan 8. Selebihnya (6 candi: 4,5,6,9,10,11) masih berupa gundukan tanah / reruntuhan yang belum/paling sedikit dipugar.
Candi-1 sebagai salah satu yang dipugar memiliki denah yang cukup jelas, dengan tangga utama di sisi timur, relief ular dan singa sebagai motif hias di anak tangga/kereta di sisi tangga.
BACA JUGA:Sejarah Suku Ambon: Jejak Peradaban, Tradisi Pela Gandong, dan Warisan Toleransi dari Tanah Maluku!
Fungsi / Makna
Candi Bumiayu adalah situs keagamaan Hindu (aliran Siwa) yang berfungsi sebagai tempat pemujaan & kegiatan agama.
Beberapa artefak yang ditemukan: arca Siwa Mahadeva, Agastya, arca Nandi, kepala kala, relief motif flora/fauna seperti burung kakaktua. Ini menunjukkan bahwa pemujaan dan simbol-keagamaan di kompleks ini kaya & memiliki makna religius serta kosmologis.
Jurnal penelitian juga menyebut bahwa kompleks candi ini bisa dilihat sebagai contoh toleransi beragama di masa Sriwijaya, karena di wilayah Sriwijaya dulu terdapat interaksi antara agama Hindu dan Buddha.
Situs ini ditinggalkan kemungkinan besar pada abad ke-16, seiring dengan masuknya Islam ke Nusantara dan berubahnya kepercayaan / pola keagamaan masyarakat lokal.
Setelah ditinggalkan, bangunan-bangunan candi terlantar, beberapa tertimbun tanah, tumbuh hutan, dan banyak bagian yang rusak atau hilang.
Rediksi / pemugaran mulai dilakukan sekitar awal tahun 1990-an. Beberapa candi dipugar dan dipelihara agar artefak dan struktur yang masih bisa diselamatkan tetap terjaga.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
