Kawin Tangkap di Sumba: Antara Tradisi, Kontroversi, dan Upaya Pelestarian Budaya
Mengungkap Tradisi Kawin Tangkap di Sumba: Warisan Leluhur yang Sarat Kontroversi-Foto: net -
Selain itu, dalam konteks sosial Sumba, praktik ini juga dipandang sebagai cara bagi laki-laki untuk menegaskan perannya sebagai kepala keluarga.
Dalam beberapa perspektif, hal ini menjadi bentuk perlawanan terhadap sistem matriarki yang kuat dalam budaya Sumba.
Proses Pelaksanaan
Dalam praktiknya, kawin tangkap melibatkan tindakan ‘penculikan’ calon pengantin perempuan.
BACA JUGA:Sejarah Putri Agung Karangasem: Tokoh Berpengaruh dalam Kerajaan Bali Timur!
BACA JUGA:Menyelami Kisah Sejarah Istana Kadriah: Warisan Kesultanan Pontianak yang Penuh Makna!
Tradisi ini umumnya dilakukan oleh laki-laki dari keluarga yang memiliki kemampuan ekonomi yang baik.
Saat prosesi berlangsung, terdapat berbagai simbol adat yang digunakan, seperti kuda atau emas yang diletakkan di bawah bantal sebagai tanda bahwa prosesi adat sedang berjalan.
Setelahnya, kedua calon pengantin akan mengenakan pakaian adat, dan keluarga laki-laki menyerahkan hadiah sebagai permohonan restu kepada pihak perempuan.
Kontroversi di Balik Tradisi
Meskipun dianggap sebagai bagian dari warisan budaya, kawin tangkap menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Komnas Perempuan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Menurut Komnas Perempuan, praktik ini berpotensi menjadi bentuk kekerasan terhadap perempuan karena adanya unsur paksaan.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Air Terjun Sigura-Gura: Keindahan dan Legenda di Tanah Batak!
BACA JUGA:Pura Luhur Giri Arjuno. Wisata Keagamaan Umat Hindu. Ini Sejarah Berdirinya!
Mereka menilai kawin tangkap sebagai tindakan yang melanggar hak perempuan dan harus dihentikan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
