Begini Sejarah dan Peran Sungai Kuning, Jantung Peradaban Tiongkok
Saat pasukan Tang mendekati ibu kota Liang, seorang jenderal bernama Ning memutuskan untuk menerobos tanggul Sungai Kuning. Ia membanjiri 1.600 km persegi Kerajaan Liang dalam upaya putus asa untuk mencegah Tang. Langkah Ning tidak berhasil; meskipun air banjir meluap, Tang menaklukkan Liang.
Selama berabad-abad berikutnya, Sungai Kuning mengalami pendangkalan dan berubah arah beberapa kali. “Hal ini merusak tepian sungai dan menenggelamkan lahan pertanian serta desa-desa di sekitarnya,” tambah Szczepanski.
Perubahan rute besar-besaran terjadi pada tahun 1034 ketika sungai terbelah menjadi tiga bagian. Sungai ini kembali mengalir ke selatan pada tahun 1344 pada masa memudarnya Dinasti Yuan.
Pada tahun 1642, upaya lain untuk menggunakan sungai untuk melawan musuh menjadi bumerang. Kota Kaifeng telah dikepung oleh tentara pemberontak petani Li Zicheng selama 6 bulan.
BACA JUGA:Sejarah Bajak Laut di Kekaisaran Tiongkok, Berlayar Bersama Armada 80.000 Perompak
Gubernur kota memutuskan untuk mendobrak tanggul dengan harapan dapat menghanyutkan tentara yang mengepung.
Sebaliknya, sungai malah membanjiri kota, menewaskan hampir 300.000 dari 378.000 penduduk Kaifeng. Bencana ini membuat mereka yang selamat rentan terhadap kelaparan dan penyakit. Kota ini ditinggalkan selama bertahun-tahun setelah kesalahan yang menghancurkan ini.
Dinasti Ming jatuh ke tangan penjajah Manchu, yang mendirikan Dinasti Qing hanya 2 tahun kemudian.
Sungai Kuning di era Tiongkok modern
Perubahan arah sungai ke arah utara pada awal tahun 1850-an turut memicu Pemberontakan Taiping. Pemberontakan ini merupakan salah satu pemberontakan petani paling mematikan dalam sejarah Tiongkok.
BACA JUGA:Mengungkap Asal Usul Suku Guci, ada Keterlibatan dalam Perdagangan Guci dari Tiongkok?
Ketika populasi bertambah besar di sepanjang tepian sungai berbahaya, jumlah korban tewas akibat banjir juga meningkat.
Pada tahun 1887, banjir besar Sungai Kuning menewaskan sekitar 900.000 hingga 2 juta orang, menjadikannya bencana alam terburuk ketiga dalam sejarah. Bencana ini turut meyakinkan masyarakat Tiongkok bahwa Dinasti Qing telah kehilangan Mandat Langit.
Setelah Qing jatuh pada tahun 1911, Tiongkok terjerumus ke dalam kekacauan akibat Perang Saudara Tiongkok dan Perang Tiongkok-Jepang Kedua.
Setelah itu, Sungai Kuning kembali membawa bencana, kali ini lebih dahsyat. Banjir Sungai Kuning tahun 1931 menewaskan antara 3,7 juta hingga 4 juta orang. Bencana itu menjadikannya banjir paling mematikan sepanjang sejarah manusia.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
