Menelusuri Sejarah Gunung Kawi, Sering Dijadikan Tempat Perseugian Serta Kisah Spiritual Eyang Djoego!

Menelusuri Sejarah Gunung Kawi, Sering Dijadikan Tempat Perseugian Serta Kisah Spiritual Eyang Djoego!-foto: net-
PAGARALAMPOS.COM - Membahas Gunung Kawi selalu mengingatkan kita pada suasana angker, praktik pesugihan, serta aroma mistis yang menyelubunginya.
Akan tetapi, di balik itu semua, terdapat berabgai legenda yang dianggap dengan masyarakat setempat, berkaitan dengan sosok Eyang Djoego, seorang tokoh yang berperan di dalam penyebaran agama Islam.
Lantas, seperti apa kisahnya? yuk kita simak lebih lanjut tentang pembahasan berikut.
Kisah Mbah Djoego atau Gunung Kawi
Dalam kisah buku yang berjudul Gunung Kawi: Fakta dan Mitos, Prasto Wardoyo dengan kawan-kawan menyebutkan bahwa Gunung bahwa Kawi disekitar terletak di ketinggian 2.860 mdpl ketinggian, dan Kecamatan Wonosari, atau Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Dahulu, kawasan tersebut dikenal sebagai Ngajum sebelum menjadi berubah nama menjadi Wonosari.
di ahun 1825, perang besar terjadi antara Pangeran Diponegoro beserta dengan pasukannya melawan penjajah Belanda dalam yang dikenal sebagai Perang Jawa atau Perang Diponegoro.
Dalam pertempuran tersebut, banyak pasukan yang selamat melarikan diri, salah satunya adalah Kiai Zakaria II, sosok yang diakui masyarakat karena kebijaksanaannya dan daya linuwih yang dimilikinya.
Selama masa pelariannya, beliau menjadi pengembara sembari menyebarkan ajaran Islam di berbagai tempat yang dilaluinya. Beliau selalu siap menolong siapa saja tanpa memandang latar belakang.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Jembatan Suramadu: Memiliki Desain yang Unik dan Ikon Kebanggan Indonesia!
dalam perjalanan Kiai Zakaria II berakhir di tepi Sungai Brantas, area Desa Sanan, Kesamben, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Di sana, beliau bertemu oleh seorang warga bernama Tasiman.
Dalam sebuah membicaraaan penting kala itu, Tasiman mencoba menanyakan asal-usul Kiai Zakaria II, namun beliau menolak untuk mengungkapkan identitasnya demi keselamatan.
Beliau hanya menjawab dalam bahasa Jawa saja, “Kulo niki sajugo,” yang berarti "saya ini sendirian. " Mendengarkan berbagai penjelasan itu, Tasiman mengira nama orang yang ditemuinya adalah Jugo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: