Kekuasaan di Tengah Perlawanan: Dinamika Kesultanan Ternate dalam Sejarah Rempah
Kekuasaan di Tengah Perlawanan: Dinamika Kesultanan Ternate dalam Sejarah Rempah-Foto: net -
Kesultanan Ternate mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583).
Pada masa ini, Ternate menjadi salah satu kekuatan maritim terkemuka di Nusantara dan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, mencakup sebagian besar Maluku dan bahkan wilayah Filipina selatan.
Sultan Baabullah dikenal karena keberhasilannya mengusir penjajah Portugis dari Ternate, yang menguatkan posisi kekuasaan lokal.
Pada masa kejayaannya, Ternate berperan penting dalam perdagangan rempah-rempah, khususnya cengkeh, yang sangat diminati oleh bangsa Eropa.
BACA JUGA:Mercusuar Tanjung Kalian: Sejarah dan Keberlanjutan dalam Navigasi Maritim
BACA JUGA:Jejak Sejarah di Tanjung Pinang: Rumah Kapiten Phang Tjong Toen
Keberadaan cengkeh di Maluku menjadikan Ternate sebagai pusat perdagangan internasional yang ramai, menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai kekuatan asing, termasuk Spanyol, Portugis, dan Belanda.
Konflik dengan Portugis
Portugis datang ke Ternate pada awal abad ke-16 dan awalnya menjalin hubungan yang baik dengan Kesultanan.
Namun, ketegangan muncul ketika Portugis mulai membangun benteng dan campur tangan dalam politik lokal.
BACA JUGA:Jejak Sejarah di Tanjung Pinang: Rumah Kapiten Phang Tjong Toen
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Wisma Ranggam: Dari Tempat Tinggal Pejabat Kolonial Hingga Situs Bersejarah
Ketegangan ini memuncak ketika Sultan Hairun, ayah Sultan Baabullah, dibunuh oleh Portugis pada tahun 1570. Pembunuhan ini memicu perlawanan besar dari Ternate, yang dipimpin oleh Sultan Baabullah.
Pada tahun 1575, ia berhasil mengusir Portugis dari benteng Ternate, menegaskan posisi Ternate sebagai kekuatan dominan di kawasan tersebut.
Masa Kolonial dan Kemunduran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: