Budaya Bahari Masyarakat Sriwijaya, Kerajaan Maritim Terbesar di Nusantara

Budaya Bahari Masyarakat Sriwijaya, Kerajaan Maritim Terbesar di Nusantara

Foto : Kerajaan Maritim-Budaya Bahari Masyarakat Sriwijaya, Kerajaan Maritim Terbesar di Nusantara-National Geographic

"Ada banyak teori tentang asal usul masyarakat Sriwijaya. Ada yang mengatakan mereka berasal dari Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya."

Sriwijaya: Di Bawah Angin, diterbitkan oleh Sahabat Komunitas Warisan Budaya Sumber berjudul The Kerajaan.

BACA JUGA:Kota Cina, Bandar Penting Ketika Sriwijaya Surut. Dimanakah Lokasinya Sekarang?

Profesor Sokmono diduga dari Riau, Profesor Muhammad Yamin diduga dari Sumatera Barat, namun ada pula yang meyakini dari Vietnam.

Salah satu suku yang ada sejak masa Sriwijaya dikenal dengan nama Bajjo atau Amin Sewan.

Mereka dianggap sebagai angkatan laut Sriwijaya. Mereka juga memilih panglima perang dari kelompoknya masing-masing.

Mereka adalah masyarakat Sriwijaya yang dikenal ahli dalam peperangan darat dan laut, hidup di atas rakit di perairan dangkal, dan disebut Suku Laut.

BACA JUGA:Sejatinya Sosok Sailendra: Penguasa Jawa atau Sriwijaya

Karena banyaknya kegiatan maritim yang dilakukan, raja-raja Sriwijaya terbiasa menegakkan peraturan maritim mengenai pelayaran dan perdagangan.

Terdapat pelayaran dunia ke perairan Sumatera dan pelabuhan Malaka, dimana penumpang kapal membawa muatan dari Persia, Cina, atau dunia Arab. Karena kehadiran orang asing, banyak peraturan yang diberlakukan.

“Ada peraturan penting sistem maritim yang mewajibkan pelaut asing yang masuk ke wilayah Sriwijaya untuk menambatkan kapalnya dan berpindah ke kapal milik Sriwijaya,” tambah Bambang.

Dalam mengangkut barang, kapasitas muatan kapal juga harus diperhatikan. “Kapal biasanya membawa sekitar 450.000 barang dari Tiongkok dan dibawa kembali ke Sriwijaya,” lanjutnya.

BACA JUGA:Jejak Sejarah Kerajaan Sriwijaya: Eksplorasi dan Peninggalan Berharga

Demikian pula pada prasasti Sembilan tahun 923 M yang menggambarkannya sebagai perahu yang ditambatkan.

Seperti halnya cadik, lancang, jukun dan taraka, kemudian diketahui penduduk desa dan dijadikan urdi (persembahan) kepada mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: