Polemik Rencana Pemerintah, Bea Masuk 200% untuk Barang China, Faisal Basri Membantah

Polemik Rencana Pemerintah, Bea Masuk 200% untuk Barang China, Faisal Basri Membantah

Polemik Rencana Pemerintah, Bea Masuk 200% untuk Barang China, Faisal Basri Membantah--

PAGARALAMPOS.COM - Rencana pemerintah untuk mengenakan bea masuk sebesar 200% terhadap barang-barang impor dari China menuai kontroversi yang cukup dalam.

Ekonom senior Faisal Basri dengan tegas mengecam kebijakan tersebut, menyebutnya sebagai tindakan diskriminatif yang tidak berdasar.

Pada Jumat (5/7/2024), Faisal Basri mengeluarkan pernyataannya yang menentang keras rencana pemerintah tersebut.

Menurutnya, "Tidak boleh diskriminatif terhadap produk China yang masuk barang impor."

BACA JUGA:Pangkoopsudnas Tinjau Delegasi TNI AU, Kesiapan Latihan Pitch Black 2024

Faisal juga menyoroti bahwa penerapan bea masuk tinggi hanya dapat dibenarkan jika China terbukti melakukan dumping, yaitu menjual barang dengan harga lebih rendah di luar negeri.

"Dumping adalah hal yang harus ditindak, tetapi tidak boleh ada diskriminasi terhadap produk China secara umum," tegas Faisal.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah merumuskan wacana untuk menerapkan bea masuk yang tinggi, terutama untuk mengatasi lonjakan impor dari China yang dianggap membanjiri pasar dalam negeri.

Namun, hal ini menuai kekhawatiran dari berbagai pihak terkait implikasi ekonomi dan hubungan perdagangan bilateral.

BACA JUGA:Kapolri Gelar Wayang Kulit, Begini Filosofi Lakon Tumurune Wiji Sejati

Budi Santoso, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, menjelaskan bahwa saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) terkait masalah ini.

"Jika penyelidikan selesai, akan ditetapkan bea masuk melalui mekanisme Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)," ujarnya.

Adapun Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, mengungkapkan bahwa tarif bea masuk sebesar 200% sedang dalam tahap perumusan.

"Kita sedang mengkaji bersama dengan Kementerian Perdagangan dan asosiasi industri terkait," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: