Memahami Thudong, Perjalanan Panjang Para Biksu Buddha Jelang Waisak

Memahami Thudong, Perjalanan Panjang Para Biksu Buddha Jelang Waisak

Foto : Perjalanan spritual biksu di Borobudur.-Perjalanan Panjang Para Biksu Buddha Jelang Waisak-Google.com

BACA JUGA:Menelusuri Jejak Sejarah Destinasi Wisata Candi Borobudur yang Melegenda

Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, menyambut kedatangan rombongan thudong ini. Tidak jarang organisasi masyarakat bahkan mengawal perjalanan supaya para biksu bisa tiba dengan selamat sampai tujuan.


Foto : Perjalanan spritual biksu di Borobudur.-Memahami Thudong, Perjalanan Panjang Para Biksu Buddha Jelang Waisak-National geographic

Masyarakat sipil juga memberikan makanan dan minuman sebagai bentuk dukungan dan memberi semangat.

Akan tetapi, para biksu tidak boleh sembarangan makan dan minum. Mereka hanya boleh makan buah yang tidak lebih dari sekepal tangan. Waktu makan mereka khusus pada saat matahari terbit.

Para biksu juga tidak mengonsumsi makan dan minuman banyak-banyak. Mereka tidak akan menyimpan makanan. Makanan berlebih atau tidak sesuai akan dibawa para biksu ke pihak vihara.

BACA JUGA:Mengulik 12 Keindahan Desa Wisata Sekitar Candi Borobudur

Memang, praktik thudong yang dilakukan para biksu ini merupakan bagian dari ajaran Buddha. Akan tetapi, tradisi ini telah mengalami perubahan dalam sejarah, seiring dengan perubahan kondisi saat ini. 

Dalam sejarahnya, thudong diyakini sudah ada sejak abad keenam hingga keempat SM di India. Ritual thudong dilakukan oleh Sang Buddha yang bertapa dan mengembara.

Para pengikut Sang Buddha, termasuk para biksu dan biksuni mengembangkan praktik pengembaraan ini untuk mencapai titik terdalam meditasi.

Praktik ini dikenal dalam sebuah kitab abad kelima yang disebut Visuddhimagga (Jalur Penyucian). Kitab ini disusun oleh filsuf Buddhaghosa dan memuat praktik ajaran Theravada.

BACA JUGA:Mengenal Sejarah Asal Mula Destinasi Wisata Candi Borobudur

Buddhaghosa menyebutkan bahwa jika ingin mencapai pencerahan dan nirwana (kebebasan), harus melalui pertapaan. Praktik pertapaan ini salah satu di antaranya adalah thudong atau mengembara.

Visuddhimagga menganjurkan untuk meninggalkan tempat keramaian di mana para biksu bisa mengisolasi diri dari godaan duniawi dan gangguan.

Mereka yang menginginkan nirwana harus memfokuskan diri di tempat sepi dan damai dengan bermeditasi, sehingga dapat mengembangkan spiritualitasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: