Bukan Konflik Timur Tengah, Ini Penyebab Rupiah Ambruk Menurut Bos BCA!

Bukan Konflik Timur Tengah, Ini Penyebab Rupiah Ambruk Menurut Bos BCA!

Bukan Konflik Timur Tengah, Ini Penyebab Rupiah Ambruk Menurut Bos BCA!--

PAGARALAMPOS.COM - Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja, mengklarifikasi bahwa pelemahan nilai tukar rupiah yang mencapai Rp16.350 bukan disebabkan oleh konflik di Timur Tengah yang memanas.

Dalam konferensi pers kinerja BCA Kuartal I-2024 yang diselenggarakan secara virtual pada Senin (22/4/2024), Jahja menjabarkan beberapa faktor internal yang menjadi pemicu pelemahan rupiah.

Salah satu faktor utama adalah meningkatnya kebutuhan sektor riil di Indonesia dalam rangka persiapan menyambut Hari Raya Idul Fitri 2024.

Jahja mengungkapkan bahwa para pengusaha bersiap-siap membeli bahan baku untuk memenuhi kebutuhan produksi yang meningkat selama masa Lebaran.

BACA JUGA:4 Politik di Kota Pagaralam Buka Pendaftaran Balon Walikota dan Wakil Walikota 2024-2029 Lebih Awal

"Dalam persiapan Hari Raya Idul Fitri, kebutuhan impor juga meningkat," ungkap Jahja.

Menurut Jahja, kebutuhan impor yang meningkat menjadi salah satu penyebab pelemahan rupiah karena mempengaruhi keseimbangan antara suplai dan permintaan mata uang asing di pasar.

Selain itu, aksi penarikan modal dari investor luar negeri dari saham dan obligasi di pasar modal Indonesia juga berkontribusi terhadap pelemahan rupiah.

"Ada masalah supply dan demand yang mempengaruhi pelemahan rupiah," jelas Jahja.

BACA JUGA:Perkuat Silaturahmi, Keluarga Besar SEG, BEMG dan DNN Menggelar Halal Bihalal di Graha Pena Sumatera Ekspres

Kuartal I-2024 juga ditandai dengan musim pembagian dividen yang sebagian besar mengalir ke luar negeri untuk para investor asing yang merupakan pemilik perusahaan di Indonesia.

Hal ini menambah tekanan terhadap rupiah karena meningkatkan permintaan terhadap mata uang asing.

Dalam konteks ini, Jahja mengonfirmasi bahwa Bank Indonesia (BI) memilih untuk tidak melakukan intervensi terhadap pelemahan rupiah.

Menurutnya, intervensi dari bank sentral saat ada kebutuhan riil yang meningkat akan sia-sia dan hanya seperti "membuang garam ke laut".

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: