Sejarah Emas Pulau Sumatra, Anugerah Jadi Petaka

Sejarah Emas Pulau Sumatra, Anugerah Jadi Petaka

Doni mencatat, tambang emas di Lebong, Bengkulu, pernah merajai industri emas di Asia Tenggara pada paruh pertama abad ke-20. Tambang emas ini diinisiasi oleh Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong dan Mijnbouw Maatschappij Simau.

BACA JUGA:Pesawat Pembom Pangeran Diponegoro II Terbang dari Lanud Bugis, Persis Sejarah 78 Tahun Silam

Kebutuhan industrialisasi yang cepat dan medan Sumatra yang dipenuhi pegunungan membuat Pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api lokal.


Foto : Peta wikayah Indonesia tempo dulu.-Sejarah Emas Pulau Sumatra, Anugerah Jadi Petaka-National geographic

Kereta api ini tidak hanya membawa hasil emas dan perak, namun juga hasil tambang lainnya. Sumatra begitu kaya akan timah, batu bara, bauksit, dan minyak, untuk memenuhi kebutuhan industri Belanda.

Tambang Emas di Sumatra Hari Ini

Setelah Indonesia merdeka, ada banyak pertambangan emas industri di seantero Sumatra. Sebagian dari tambang-tambang sisa dinasionalisasi, atau ditutup karena kehabisan sumber daya.

Melansir halaman PT Agincourt Resources, di Sumatra Utara sendiri memiliki tambang emas dengan luas wilayah sekitar 130 ribu hektare, berdasarkan laporan Januari 2022. Diketahui, Pulau Sumatra menyimpang 168 juta ton cadangan emas.

BACA JUGA:Mengenal Sejarah Kota Pagar Alam, Jejak Budaya Besemah di Tanah Sumatera Selatan

Akan tetapi, pertambangan emas memiliki dampak buruk, dari segi lingkungan, konservasi dan sosial. Misalnya, di Batang Toru, Sumatra Utara, tambang emas industri berdekatan dengan kawasan lindung orangutan tapanuli. Eksplorasi tambang emas itu bahkan merambah ke wilayah konservasi.

Makruf Maryadi Siregar, Konsultan Manajemen pada Proyek Sustainable Management Peat-land Ecosystems Indonesia (SMPEI) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelaskan bahwa pertambangan emas membuat berbagai air sungai keruh kecokelatan.

"Pulau ini potensi emasnya banyak dan dikenal sejak lama. Banyak masyarakat yang bergantung pada limpahan emas karena potensinya begitu melimpah," kata Makruf sewaktu dijumpai pada 2022.

BACA JUGA:Sejarah dan Kebesaran Kesultanan Deli, Warisan Islam di Sumatera Utara

Makruf menulis cerita pertambangan emas warga di Sumatra dalam buku Emas Rantau Kuantan: Peti dan Upeti. Dia menjelaskan bahwa banyak masyarakat yang membangun pertambangan emas tanpa izin (PETI).

Pertambangan emas tanpa izin ini berbahaya bagi kesehatan masyarakat sendiri. "Setiap unit PETI itu, paling sedikit menggunakan sebanyak 2,5 ons merkuri setiap hari," tulis Makruf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: